Arbitrase Sebagai Penyelesaian Sengketa dalam Kekayaan Intelektual

Waktu Baca: 4 menit

Kekayaan Intelektual (KI) merupakan salah satu aspek penting dalam era perdagangan bebas. Seiring perkembangan ekonomi dan perdagangan, sering kali muncul sengketa ataupun pelanggaran KI yang menimbulkan kerugian ekonomi bagi pemegang hak. Penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui dua jalur, yakni jalur pengadilan dan jalur non-pengadilan atau yang dikenal juga sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Beberapa bentuk APS yaitu negosiasi, mediasi, konsiliasi dan arbitrase.

Untuk jalur pengadilan (litigasi), setiap orang yang merasa haknya telah dilanggar dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran yang dilakukan oleh pihak lain terhadap kekayaan intelektual-nya. Khusus untuk pelanggaran Rahasia Dagang, gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri.

Sedangkan untuk penyelesaian di jalur non-pengadilan (non-litigasi) atau APS, diatur di Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU APS). Undang-undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa.

keberadaan mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan. Mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif tersebut menyangkut: 

  1. Forum penyelesaian sengketa, baik melalui pengadilan nasional, badan arbitrase nasional dan internasional, ataupun forum penyelesaian sengketa alternatif lainnya; 
  2. Efektifitas keberlakuan dari hukum yang diterapkan dalam sengketa tersebut; 
  3. Proses pengambilan keputusan yang cepat dan biaya yang wajar; 
  4. Netralitas dan profesionalisme hakim, arbiter atau pihak ketiga yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan; 
  5. Efektifitas pelaksanaan atau implementasi putusan pengadilan, badan arbitrase dan badan-badan penyelesaian sengketa lainnya; 
  6. Kepatuhan para pihak terhadap keputusan yang dihasilkan;

Menurut Pasal 1 angka 1 UU APS, Arbitrase adalah Cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Dan menurut Pasal 1 angka 10 UU APS, Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Penyelesaian sengketa dengan arbitrase dapat digunakan disemua macam KI, seperti diatur pada Peraturan Perundang-undangan dibawah ini:

Penyelesaian Sengketa Hak Cipta

Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC), mengatur bahwa penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, atau pengadilan.

Dalam Penjelasan Pasal 95 ayat (1) UUHC diterangkan bahwa bentuk sengketa terkait dengan Hak Cipta antara lain, sengketa berupa perbuatan melawan hukum, perjanjian Lisensi, sengketa mengenai tarif dalam penarikan imbalan atau Royalti. Sedangkan yang dimaksud dengan “alternatif penyelesaian sengketa” adalah proses penyelesaian sengketa melalui mediasi, negosiasi, atau konsiliasi.

Penyelesaian Sengketa Paten

Penyelesaian sengketa Paten selain melalui Pengadilan Niaga juga dapat diselesaikan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Hal ini diatur dalam Pasal 153 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten).

Penyelesaian Sengketa Merek dan Indikasi Geografis

Pasal 93 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UUMIG) mengatur bahwa selain penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Niaga para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

 

Penyelesaian Sengketa Desain Industri

Pasal 47 Undang-Undang Nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri (UU Desain Industri) mengatur bahwa selain penyelesaian gugatan melalui Pengadilan Niaga para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

Penyelesaian Sengketa Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Pasal 39 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (UU DTLST) mengatur bahwa selain penyelesaian gugatan melalui Pengadilan Niaga, para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

Penyelesaian Sengketa Rahasia Dagang

Perlu dipahami, Pasal 12 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (UURD) mengatur bahwa selain penyelesaian gugatan melalui Pengadilan Negeri, para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.

Lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan dengan lembaga peradilan. Kelebihan tersebut antara lain : 

  1. dijamin kerahasiaan sengketa para pihak; 
  2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif; 
  3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil; 
  4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan 
  5. putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.

penting untuk lebih mendayagunakan arbitrase sebagai salah satu sistem penyelesaian sengketa terutama sengketa di bidang Kekayaan Intelektual (KI). Arbitrase merupakan suatu mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dianggap lebih efektif, efisien, cepat dan biaya murah serta menguntungkan kedua belah pihak (win win solution) yang berperkara. Penyelesaian sengketa KI dinilai lebih baik melalui jalur non-litigasi atau melalui lembaga APS lainnya karena lebih cepat dan biaya murah.

Am Badar & Am Badar sebagai konsultan Kekayaan Intelektual di Indonesia, telah banyak membantu klien baik dalam maupun luar negeri dalam menjamin hak Kekayaan Intelektual di Indonesia. Jika Partners memiliki masalah sejenis atau ingin memastikan apakah Arbitrase adalah langkah penyelesaian sengketa yang tepat untuk perusahaan Partners, jangan ragu untuk menghubungi kami di marketing@ambadar.co.id. Konsultan berpengalaman kami akan dengan senang hati membantu Anda.

Sumber:

  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
  2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
  3. Undang-Undang Nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri
  4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
  5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
  6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
  7. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
  8. Yuniar Kurniawaty. 2017. EFEKTIVITAS ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM SENGKETA KEKAYAAN INTELEKTUAL (ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION ON INTELLECTUAL PROPERTY DISPUTE). Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Gorontalo

Berita Terkait

Layanan Terkait

Layanan terkait kami berdasarkan artikel

Kami menyediakan berbagai layanan Kekayaan Intelektual yang berkaitan dengan artikel yang Anda baca.

Berinvestasi untuk masa depan yang lebih baik dengan layanan kami