Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, definisi Ciptaan adalah hasil karya cipta seseorang di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, pemerintah wajib memberikan jaminan perlindungan terhadap hasil Ciptaan seseorang.
Dalam Undang-Undang Hak Cipta terdapat pasal yang mengatur aspek pengecualian demi kepentingan akses informasi, tidak hanya untuk tunanetra, tapi juga orang-orang dengan masalah membaca barang cetakan. Undang-undang tersebut merupakan implementasi dari Traktat Marrakesh, dimana Indonesia pada 24 September 2013 telah menandatangani perjanjian internasional untuk memfasilitasi akses atas ciptaan yang dipublikasi bagi penyandang tunanetra, gangguan penglihatan, atau disabilitas dalam membaca karya cetak.
Aturan ini memungkinkan perpustakaan untuk meningkatkan sumber daya cetak dalam format yang dapat diakses oleh lebih banyak orang, dimana akan menguntungkan penyandang disabilitas membaca sumber daya dari produk cetakan standar.
Ratifikasi Traktat Marrakesh merupakan wujud nyata komitmen Pemerintah Indonesia dalam memberikan jaminan kekayaan intelektual dan kepastian perlindungan hukum bagi pelaku pertunjukan audiovisual di Indonesia serta jaminan pemanfaatan pengecualian Hak Cipta bagi penyandang disabilitas netra, gangguan penglihatan, dan disabilitas.
Dalam Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta terdapat pengaturan, bahwa:
“Fasilitasi akses atas suatu Ciptaan untuk penyandang tuna netra, penyandang kerusakan penglihatan atau keterbatasan dalam membaca, dan/atau pengguna huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap, kecuali bersifat komersial.”
Dari bacaan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa fasilitas akses dalam bentuk huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya, untuk penyandang disabilitas netra bukan merupakan pelanggaran hak cipta, sepanjang sumbernya dicantumkan secara lengkap dan tidak bersifat komersial.
Dalam implementasi Traktat Marrakesh, perpustakaan dapat berkontribusi dalam menyediakan salinan yang dapat diakses secara langsung ke pengguna disabilitas atau kepada seseorang yang bertindak atas nama mereka, seperti pengasuh. Perpustakaan juga dapat menyediakan salinan yang dapat diakses ke, atau menerimanya dari, yang lain perpustakaan atau institusi di negara tersebut atau di negara lain yang telah bergabung dalam Perjanjian Marrakesh. Perpustakaan dapat menghasilkan salinan format karya yang dapat diakses, dan menyimpan serta catalog pekerjaan. Kontribusi positif juga bisa dilakukan oleh perpustakaan dengan mendorong dan menerapkan tentang bagaimana bertukar karya yang dapat diakses antar perpustakaan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2019 fasilitasi akses tersebut diberikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (“Menteri”) berdasarkan permohonan tertulis dengan tetap memperhatikan hak moral dari pencipta, dan hanya diberikan kepada:
- Perpustakaan yang memiliki fasilitas bagi penyandang disabilitas;
- Lembaga pemerintah dan instansi daerah yang tugas dan fungsinya memfasilitasi penyandang disabilitas; dan
- Organisasi kemasyarakatan dan lembaga kesejahteraan sosial yang kegiatannya memfasilitasi penyandang disabilitas.
Selain itu, orang perseorangan yang secara sukarela membantu penyandang disabilitas, dapat mengakses secara mandiri suatu ciptaan, baik keseluruhan maupun sebagian yang substansial dalam bentuk huruf Braille, buku audio, atau sarana lainnya, sepanjang tidak bersifat komersial.
Pemberian akses fasilitas tersebut diberikan dalam bentuk:
- Pemerolehan ciptaan dan produk hak terkait dalam format salinan digital;
- Penggunaan ciptaan dan produk hak terkait dalam format salinan digital;
- Pengubahan format salinan digital sesuai kebutuhan penerima manfaat;
- Penggandaan format salinan digital untuk memenuhi kebutuhan penerima manfaat;
- Pengumuman ciptaan dan produk hak terkait dalam format salinan digital untuk kebutuhan penerima manfaat;
- Pendistribusian format salinan digital kepada penerima manfaat baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri; dan
- Pengomunikasian kepada publik atas ciptaan dan produk hak terkait dalam format salinan digital untuk kebutuhan penerima manfaat.
Jika fasilitasi akses dilakukan antar negara, maka diberikan pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagaimana cara pemberian fasilitas aksesnya dan langkah untuk mendapatkan salinan digitalnya?
1. Pengajuan Permohonan
Pemohon mengajukan permohonan pemberian fasilitasi akses secara tertulis kepada Menteri, yang setidaknya memuat:
- Identitas pemohon;
- Maksud dan tujuan permohonan; dan
- Pernyataan penggunaan fasilitasi akses hanya untuk kepentingan disabilitas.
Permohonan tersebut harus melampirkan:
- Bukti legalitas pemohon yang telah dilegalisir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- Surat pernyataan penggunaan fasilitasi akses hanya untuk kepentingan disabilitas di atas kertas bermeterai.
2. Pemeriksaan Permohonan
Maksimal 7 hari sejak permohonan diterima, Menteri memeriksa permohonan pemberian fasilitasi akses.
3. Penerbitan Keputusan Menteri atau Pengembalian Berkas
Jika hasil pemeriksaan dinyatakan lengkap dan benar, Menteri menerbitkan Keputusan Menteri tentang pemberian fasilitasi akses maksimal 10 hari terhitung sejak permohonan diterima. Namun, jika hasil pemeriksaan dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak benar, Menteri mengembalikan berkas permohonan tersebut kepada pemohon disertai dengan alasan.
Kemudian langkah-langkah untuk mendapatkan salinan digital adalah sebagai berikut:
1. Pengajuan permohonan ke Perpusnas
Untuk memperoleh salinan digital, penerima fasilitasi akses harus mengajukan permohonan ke Perpustakaan Nasional (“Perpusnas”), yang minimal memuat:
- Identitas pemohon;
- Maksud dan tujuan permohonan; dan
- Judul karya cetak yang diminta;
Permohonan tersebut harus dilampiri bukti salinan Keputusan Menteri tentang pemberian fasilitasi akses. Jika permohonan dinyatakan tidak lengkap dan tidak benar, Perpusnas mengembalikan berkas permohonan disertai alasan maksimal 7 hari sejak permohonan diterima.
2. Pengajuan permintaan salinan digital kepada penerbit
Dalam hal permohonan dinyatakan lengkap dan benar, Perpusnas mengajukan permintaan salinan digital kepada penerbit maksimal 7 hari sejak permohonan diterima.
3. Penyerahan salinan digital
Penerbit menyerahkan salinan digital ke Perpusnas maksimal 7 hari sejak permintaan dari Perpusnas diterima. Lalu, maksimal 5 hari sejak Perpusnas menerima salinan digital tersebut, Perpusnas menyerahkan salinan tersebut kepada penerima fasilitasi akses.
Dalam Traktat Marrakesh juga memberikan penjelasan, bahwa perpustakaan dapat berkontribusi dalam menyediakan salinan yang dapat diakses secara langsung ke pengguna disabilitas atau kepada seseorang yang bertindak atas nama mereka, seperti pengasuh. Perpustakaan juga dapat menyediakan salinan yang dapat diakses ke, atau menerimanya dari, yang lain perpustakaan atau institusi di negara tersebut atau di negara lain yang telah bergabung dalam Perjanjian Marrakesh. Perpustakaan dapat menghasilkan salinan format karya yang dapat diakses, dan menyimpan serta catalog pekerjaan. Kontribusi positif juga bisa dilakukan oleh perpustakaan dengan mendorong dan menerapkan tentang bagaimana bertukar karya yang dapat diakses antar perpustakaan.
Sumber:
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
- Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2019 tentang Fasilitasi Akses Terhadap Ciptaan bagi Penyandang Disabilitas dalam Membaca dan Menggunakan Huruf Braille, Buku Audio, dan Sarana Lainnya.
Jurnal Hukum “Kontribusi Perpustakaan dalam Mendorong Ratifikasi Traktat Marrakesh Penyandang Disabilitas Netra di Indonesia” Jazimatul Husna, Universitas Diponegoro