Pembuatan suatu film biasanya diawali dengan pembuatan naskah. Naskah dalam suatu film atau yang sering disebut skenario adalah cetak biru yang ditulis untuk film atau acara televisi. Naskah biasanya ditulis oleh tim penulis naskah yang dibuat dalam bentuk olahan asli (karya baru) atau adaptasi dari penulisan yang sudah ada seperti novel, drama, atau buku komik. Naskah dalam suatu film selalu dianggap sebagai ciptaan asli seperti yang tertulis pada pasal 40 ayat 1 UUHC, Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas:
- buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
- ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
- alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
- lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
- drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
- karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
- karya seni terapan;
- karya arsitektur;
- Peta;
- karya seni batik atau seni motif lain;
- karya fotografi;
- Potret;
- karya sinematografi;
- terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
- terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
- kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya;
- kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;
- permainan video; dan
- Program Komputer.
Penjelasan untuk pasal 40 ayat 1 UUHC huruf m adalah yang dimaksud dengan “karya sinematografi” adalah Ciptaan yang berupa gambar bergerak (moving images) antara lain film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop, layar lebar, televisi, atau media lainnya. Sinematografi merupakan salah satu contoh bentuk audiovisual.
Jika film yang sedang diproduksi merupakan film adaptasi dari karya yang sudah ada (novel, komik dan drama) maka produser harus membuat perjanjian dengan pemegang hak cipta karya tersebut dengan tujuan untuk mengamankan hak dalam pembuatan film sebelum produksi dimulai. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa pemilik karya setuju untuk memberikan hak kepada produser untuk memproduksi film dalam jangka waktu tertentu. Produser yang berpengalaman akan berusaha untuk memperoleh hak sebanyak mungkin. Semakin banyak hak yang diperoleh maka semakin banyak juga profit yang dapat dimaksimalkan, seperti hak atas naskah,hak siar di televisi dan hak untuk merilis pada platform pendukung. Perjanjian pembelian hak yang terperinci membantu menghindari masalah hukum yang tak terduga di masa mendatang.
Sumber:
Undang undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta