Partners pasti pernah melihat pondasi dari jalan layang. Pondasi tersebut memiliki tiang yang tunggal, namun melebar di bagian atas dan bawahnya, yang dikenal sebagai pondasi cakar ayam. Pondasi cakar ayam tersebut digunakan di banyak bangunan di Indonesia seperti halnya pada ratusan menara PLN tegangan tinggi, hangar pesawat terbang dengan bentangan 64 meter di Jakarta dan Surabaya, antara runway dan taxiway serta apron di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, jalan akses Pluit-Cengkareng, pabrik pupuk di Surabaya, kolam renang dan tribun di Samarinda, jalan tol Palembang-Indralaya, dan ratusan bangunan gedung bertingkat di berbagai kota.
Bahkan sistem pondasi cakar ayam pun banyak digunakan di berbagai negara. Siapa sangka, penemu pondasi cakar ayam ini berasal dari Indonesia. Pondasi cakar ayam pertama kali ditemukan oleh Prof. Dr. Ir. Sedyatmo pada tahun 1961. Ketika itu Prof Dr Ir Sedijatmo sebagai pejabat PLN harus mendirikan 7 menara listrik tegangan tinggi di daerah rawa-rawa Ancol Jakarta. Dengan susah payah, 2 menara berhasil didirikan dengan sistem pondasi konvensional, sedangkan sisa yang 5 lagi masih terbengkalai. Menara ini untuk menyalurkan listrik dan pusat tenaga listrik di Tanjung Priok ke Gelanggang Olahraga Senayan dimana akan diselenggarakan pesta olahraga Asian Games 1962.
Karena waktunya sangat mendesak, sedangkan sistem pondasi konvensional sangat sukar diterapkan di rawa-rawa tersebut, maka dicarilah sistem baru, Lahirlah ide Ir Sedijatmo untuk mendirikan menara di atas pondasi yang terdiri dari plat beton yang didukung oleh pipa-pipa beton di bawahnya. Pipa dan plat itu melekat secara monolit (bersatu), yang memungkinkan pembangunan struktur pada tanah lunak seperti rawa-rawa yang kemudian dinamakan sebagai konstruksi cakar ayam.
Konstruksi ini pun berkembang dan mendapatkan perlindungan paten internasional di 40 negara meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, India, RRC, Jepang, Korea Selatan, Meksiko, Arab Saudi, Bahrain, Sri Lanka, Brazil, Qatar, Uni Soviet, Burma, Mesir, Afrika Selatan, Portugal, Spanyol, Argentina, Cile, Australia, Brunei Darussalam, Selandia Baru, Maroko, Jerman Barat, Jerman Timur, Inggris, Prancis, Italia, Belgia, Kanada, Amerika Serikat, Jerman Barat, Belanda, dan Denmark.
Tak hanya pondasi cakar ayam, Prof. Sedyatmo memiliki banyak karya lainnya, seperti Jembatan Air Wiroko di Wonogiri dan Bendungan Lengkung Ganda di Ngebel. Yang atas temuan dan karyanya tersebut Prof. Sedyatmo mendapat banyak penghargaan seperti mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Institut Teknologi Bandung pada Tahun 1974, diangkat sebagai anggota luar biasa dari US National Research Council, bahkan penemuan Pondasi Cakar Ayam juga masuk dalam kurikulum pendidikan di kampus RWTH Aachen University di Jerman.
Dalam proses penemuannya Prof. Sedyatmo menekankan pada dua kekuatan spiritual yang ada pada diri setiap orang, yaitu imajinasi dan intelektual. Keduanya merupakan kekuatan rasional yang mutlak diperlukan oleh seorang pencipta. Kalau imajinasi atau fantasi adalah kekuatan yang menentukan tujuan dan arahnya, maka intelektual adalah kekuatan yang membuka jalan ke arah tujuannya. Berdasarkan pengalamannya dalam menciptakan penemuan, intuisi memegang peranan penting bagi suatu penemuan baru. Betapa pentingnya ketiga kekuatan spiritual (batin), yakni imajinasi, intelektual, dan intuisi. Akan tetapi, kekuatan itu belum dapat menjamin bagi tercapainya tujuan yang dicita-citakan tanpa adanya kekuatan batin lainnya yang selalu mendorong-dorong hati sanubari pencipta, melintasi segala rintangan, hambatan, bahkan ejekan dan cemoohan, sampai mencapai keinginannya, yaitu realisasi dari yang dimimpikannya. Kekuatan batin tersebut adalah inspirasi yang juga bersifat irasional.
Dalam menciptakan karyanya, Prof. Sedyatmo memang mengambil referensi dari alam sekitarnya karena alam sekeliling adalah manifestasi dari kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan uniknya, Prof. Sedyatmo selalu menekankan pentingnya intuisi dan pengamatan terhadap alam semesta. Karya sistem pondasi cakar ayamnya merupakan bukti bagaimana ciptaannya terilhami oleh akar pohon kelapa.
Semoga kisah Prof Sedyatmo dapat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk selalu membuat karya-karya yang bermanfaat bagi banyak orang serta melakukan perlindungan atas karya. Jangan segan untuk menghubungi Am Badar & Am Badar apabila Partners memiliki pertanyaan terkait perlindungan yang tepat untuk karya Anda.
Source:
- Kompas.com
- Adhyaksa Persada