Merek sudah menjadi faktor esensial yang tidak bisa dipisahkan dari pasar modern. Bila harus menyebutkan merek-merek terkenal, pastinya Partners tidak kesulitan untuk memberikan contoh merek yang mendunia, seperti Adidas atau Apple. Namun jangan asumsikan bahwa merek adalah konsep baru yang hanya relevan untuk masyarakat modern. Nyatanya, sejak awal manusia mulai melakukan perdagangan, sudah ada kebiasaan untuk meninggalkan tanda-tanda khusus yang dimaksud sebagai elemen pembeda. Bagaimana kebiasaan ini akhirnya berkembang menjadi merek dagang seperti yang kita ketahui sekarang? Lalu apa yang melahirkan gagasan untuk memulai perlindungan terhadap merek? Ini dia asal-usulnya!
Asal-usul konsep merek dapat ditelusuri sejak ribuan tahun sebelum masehi. Salah satu contoh paling awal yang diketahui berasal dari sekitar 5000 tahun sebelum masehi, dimana masyarakat Tiongkok membuat kerajinan gerabah dengan mencantumkan nama kaisar yang sedang berkuasa, serta dengan lokasi pembuatan dan nama penciptanya. Praktik yang serupa juga dilakukan pada koin dan segel emas, yang ditemukan dengan gambar unik untuk mengidentifikasi pemilik atau produsen.
Masyarakat pada periode Minoan juga diduga sudah meninggalkan tanda untuk barang-barang, hewan, bahkan manusia. Sementara pengrajin di masyarakat Mesir Kuno terbiasa menyertakan gambar dan tanda unik (disebut sebagai hieroglyphs) pada produk mereka agar lebih mudah dikenali. Beberapa abad setelahnya, kebiasaan yang serupa dilakukan oleh pengrajin Romawi. Mereka juga meninggalkan tanda khas dalam segala barang-barang yang mereka produksi, seperti alat makan, vas, batu nisan, amunisi timah, dan bahkan pipa saluran air.
Namun, masyarakat-masyarakat kuno tersebut bukanlah peradaban tertua yang mulai meninggalkan tanda pembeda dalam karyanya. Lebih menakjubkan lagi, lukisan gua pada zaman batu membuktikan bahwa manusia sudah meninggalkan tanda kepemilikan terhadap produk ternak setidaknya 20 ribu tahun, atau bahkan lebih sebelum Periode Minoan maupun era Mesir kuno.
Tentunya niat dibalik penggunaan tanda oleh masyarakat-masyarakat kuno tersebut tidak seperti kita sekarang. Konsep merek sebagaimana yang kita ketahui masyarakat modern belum ada, tidak ada pemahaman mengenai kepemilikan merek secara luas apalagi perlindungan terhadapnya. Masyarakat-masyarakat tersebut umumnya meninggalkan tanda pengenal hanya untuk mengklaim kepemilikan secara sederhana, atau bahkan sekedar untuk memamerkan karya mereka.
Perundang-undangan resmi pertama yang mengatur tentang merek, baru muncul setelah masyarakat kuno memulai praktik peninggalan tanda sebagai barang. Di Inggris pada abad 13, pembuat roti diduga sering mencurangi pembeli. Mereka diduga kerap memberi roti dengan besar potongan sedikit lebih kecil dari yang semestinya namun tetap menggunakan harga yang sama, seperti pedagang daging yang mengakali timbangan. Untuk mengendalikan ini, Parlemen Inggris dibawah Raja Henry III mengesahkan pada tahun 1266, hukum yang mewajibkan pembuat roti untuk meninggalkan tanda pada roti yang mereka buat. Agar penjual yang menipu satu ons pun dapat dilacak dan dibawa ke pengadilan. Pelanggar juga dikenakan denda berat dan harus kehilangan semua rotinya yang tidak ditandai.
Gagasan pengakuan merek dagang sebagai objek yang dapat dimiliki mulai berkembang di Prancis pada abad ke-13. Pada masa itu, marak terjadi pelanggaran dan sengketa mengenai merek sehingga Prancis kerap menjatuhkan hukuman-hukuman berat. Sebuah dekrit yang dikeluarkan pada 1544 menyatakan bahwa pelanggar dapat dipotong tangannya, sementara sebuah dekrit pada abad ke-14 menyatakan akan memberi hukuman gantung kepada pihak yang menjual anggur dengan label palsu. Lambat laun, pemerintah Prancis akhirnya mengeluarkan hukum merek dagang komprehensif pertama di dunia, yakni Loi du 23 Juin 1857 sur les Marques de Fabrique et de Commerce yang disahkan pada tahun 1857. In lah awal hukum perlindungan merek dagang seperti yang kita ketahui sekarang.
Setelah Prancis, Inggris menjadi negara yang sangat instrumental terhadap perkembangan perlindungan merek dagang. Pada tahun 1862 , Inggris meniru jejak pemerintah Prancis dengan mengesahkan “Merchandise Marks Act” yang memberi sanksi kepada penjual produk dengan merek dagang palsu. Ini diikuti dengan pengesahan hukum yang menetapkan sistem untuk mendaftarkan dagang , yakni “Trade Marks Registraction Act” pada tahun 1875.
Lompat beberapa dekade kemudian, tepatnya pada tahun 1838, Inggris mengesahkan Trademark Act. Banyak gebrakan baru dari hukum ini, di antara lain adalah pertama kali dijalankannya sistem pendaftaran dengan dasar “intent-to-use” atau niat untuk menggunakan. Selebihnya, ini juga awal peralihan Inggris menuju penggunaan sistem pendaftaran merek dagang berbasis pemeriksaan. Pada masanya, Inggris dianggap sistem perlindungan merek dagang paling maju di dunia, dan 1938 Trademark Act menjadi inspirasi bagi sistem-sistem perlindungan merek modern di negara-negara lain.
Di negara lain, Jerman mengesahkan undang-undang mengenai merek dagang yakni Gesetz über Markenschutz pada tanggal 1 Mei 1875. Sembilan tahun kemudian, Jepang mengesahkan undang-undang merek pertama di negaranya. Sementara di Amerika Undang-undang pertama mengenai merek dagang di disahkan pada tahun 1870. Namun, Mahkamah Agung menghentikan undang-undang ini karena dianggap melebihi kekuasaan yang diberikan kepada Kongres oleh Copyright Clause. Kongres menanggapi dengan mengesahkan Trade Mark Act of 1881 berdasarkan Commerce Clause, yang lolos pengawasan Konstitusional. Pada tahun 1946, Kongres mengesahkan Lanham Act, peraturan ini masih berlaku di Amerika sampai sekarang.
Dari fakta-fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa perlindungan atas merek bukanlah konsep baru yang diciptakan dan dipaksakan oleh pemerintah pada pasar, namun suatu wujud pengendalian sesuatu yang secara alami muncul dalam benak seorang pedagang. Karena pada dasarnya, sangat umum bagi manusia untuk menginginkan pengakuan, serta perlindungan, atas hal yang ia ciptakan. Hukum perlindungan merek dagang mungkin masih relatif baru, namun konsep dasarnya sudah ada sejak manusia mulai melakukan jual beli.
Untuk mendapatkan lebih banyak lagi informasi mengenai kekayaan intelektual, terus pantau website dan akun media sosial kami.
Sumber: