Kasus gugatan merek dagang terjadi antara Levi’s dan merek denim dari Jepang yang melanggar trademark mereka.
Levi’s sendiri adalah merek denim terkemuka dan berpusat di San Francisco. Telah ada sekitar 500 cabang Levi’s di seluruh dunia dengan produk yang tersedia di 100+ negara.
Kepopuleran Levi’s di industri fashion membuatnya harus berhadapan dengan berbagai kompetitor yang melanggar merek dagang mereka. Seperti merek denim asal Jepang yang meniru tanda visual ciri khas Levi’s.
Kasus Levi’s menggambarkan sedikit dari banyaknya pelanggaran antar sesama merek fashion dengan produk serupa di pasaran. Namun, bagaimana akhir dari gugatan Levi’s tersebut?
Berikut Prosedur Pendaftaran Merk Dagang di Indonesia yang bisa Anda pelajari untuk memahami kasus ini lebih baik. Setelah itu, mari pahami lebih jauh kasus ini.
Sekilas tentang Budaya Denim Jepang
Sebelum memahami tentang kasus gugatan merek dagang Levi’s, mari ketahui budaya denim di Jepang terlebih dahulu. Pada mulanya, denim di Jepang diciptakan untuk dipakai para petani hingga penambang ketika bekerja. Namun, kini denim telah menjadi salah satu pakaian pokok di Jepang. Simak sejarah singkatnya berikut:
Kebangkitan Denim Jepang
Celana denim diperkenalkan ke Jepang pasca Perang Dunia II. Tentara Amerika Serikat pada era Pendudukan mulai memperdagangkan denim di pasar Jepang. Saat itu, anak muda Jepang juga sedang menggemari budaya pop Amerika seperti rock’n’roll hingga jazz.
Hal tersebut membuat denim seakan jadi simbol gaya keren dan eksotis. Pengusaha ritel dan fashion di Jepang pun menyadari potensi pasar denim. Mereka akhirnya membuat terobosan untuk menciptakan denim domestik yang pertama di Jepang.
Maruo Clothing menjadi salah satu pelopor yang memproduksi lini celana denim mereka sendiri pada tahun 1964. Kemudian, muncul Kaihara yang merupakan pabrik pencelup kain kimono legendaris dari tahun 1893.
Kaihara menciptakan teknik mewarnai denim hingga akhirnya menghasilkan produk jadi celana denim. Negara Jepang pun menjadi swasembada yang mampu memproduksi celana denim biru sendiri pada tahun 1967.
Industri denim pun meledak dengan penjualan yang semakin meningkat. Mulai dari 7 juta pasang di tahun 1969, lalu 15 juta pasang di tahun 1971, hingga akhirnya 45 juta pasang di tahun 1973.
Merek denim Jepang lokal bermunculan, dengan nama variatif seperti Betty Smith, Edwin, John Bull, hingga Big Stone. Semua terinspirasi dari negara Amerika Barat. Denim kemudian menjadi kebutuhan pokok dalam fashion di Jepang.
Signifikansi Budaya Denim di Jepang
Beberapa dekade setelah kebangkitan denim di Jepang, muncul juga merek denim baru seperti Kapital, Evisu, hingga Studio D’Artisan. Merek tersebutlah yang mulai menunjukkan signifikansi budaya denim dengan menerapkan detail kuno pada denim.
Terdapat pula merek seperti Momotaro dan Samurai yang menciptakan produk denim dengan memadukan budaya serta estetika Jepang secara eksplisit. Misalnya, ikonografi denim dengan simbolisme dan mitos tradisional.
Gelombang denim Jepang baru pun terjadi di awal tahun 2000. Banyak label denim Jepang yang mempopulerkan kembali denim selvedge serta tren lain yang inovatif. Akhirnya, Jepang menjadi negara produsen denim yang terus berkembang dan berinovasi.
Tuntutan Hukum Merek Dagang Levi’s terhadap Merek Jepang
Kasus gugatan merek dagang antara Levi’s dan merek denim dari Jepang menjadi contoh pentingnya menggunakan Layanan Merek Dagang dari firma hukum kekayaan intelektual tepercaya seperti Am Badar & Am Badar.
Berikut berbagai penjabaran mengenai tuntutan hingga pelanggaran yang terjadi dalam kasus tersebut:
Argumentasi Hukum dan Reaksinya
Levi’s mengajukan gugatan di Pengadilan Distrik Utara California pada 12 September. Gugatan tersebut melibatkan merek denim dari Jepang bernama ‘FullCount’ serta dua pengecer dari Amerika Serikat bernama ‘Standard & Strange’ dan ‘Franklin & Poe’.
Gugatan terjadi akibat terjadinya pemalsuan dan juga pelanggaran merek dagang oleh merek-merek tersebut. Levi’s menyatakan bahwa FullCount terus menerus melakukan pelanggaran terhadap merek dagangnya.
Sebelumnya, FullCount juga telah melanggar dan mendapatkan dua putusan pengadilan. Namun, dengan diajukannya gugatan ketiga terhadap FullCount membuat kedua putusan tersebut sebagai bukti pelanggaran.
Masing-masing putusan memerintahkan keputusan secara permanen untuk FullCount. Lebih lengkapnya, FullCount dilarang memproduksi, menyediakan, hingga menjual merek dagang Levi’s.
Perilisan putusan pertama adalah pada Oktober 2009, sedangkan putusan kedua dirilis Agustus 2018.
Mirisnya, Levi’s harus membuka kasus gugatan merek dagang ketiga karena FullCount masih terus menjual produk dengan merek dagang miliknya. Pusat keluhan meliputi merek dagang berupa:
- Tab bermerek Levi’s yang kerap muncul berwarna merah pada saku belakang celana denimnya;
- Sulaman pada saku belakang dengan desain berupa lengkungan;
- Tiket garansi keaslian merek;
- Merek dagang 501.
Daftar Kasus Utama dan Hasilnya
Kasus utama melibatkan FullCount sebagai pihak dalam putusan pengadilan. Terdapat perintah untuk penyelesaian tuntutan hukum yang melarang FullCount terus memperdagangkan produk berdesain serupa dengan Levi’s.
Namun, perilaku FullCount yang tetap memperdagangkan produk tersebut meskipun terdapat putusan pengadilan membuktikan bahwa mereka melakukan pelanggaran merek dagang secara sadar.
Perilisan produk berdesain serupa dengan Levi’s dilakukan FullCount sebagai perayaan ulang tahun ke-30. Lalu, FullCount memperluas lini produk tersebut. Ini menjadi tindakan memanfaatkan merek dagang Levi’s dengan berniat jahat, terlepas dari pemahaman mereka mengenai hak trademark Levi’s.
Terutama mengingat putusan pengadilan yang mengharuskan FullCount memberikan ganti rugi pada Levi’s sebelumnya. Adapun produk yang dipermasalahkan adalah jaket dan celana denim, serta kaus oblong.
Dampak terhadap Industri Denim
Lantas, apa saja dampak dari kasus gugatan merek dagang Levi’s dan merek denim dari Jepang tersebut terhadap industri denim? Simak penjelasannya di bawah ini:
Konsekuensi bagi Merek Denim dari Jepang
FullCount melanggar merek dagang secara federal serta negara bagian. Termasuk pelanggaran terhadap undang-undang pemalsuan federal. Levi’s juga menuntut agar produk palsu milik FullCount disita.
Selain itu, tuntutan juga memengaruhi pihak terlibat seperti yang menjadi tempat membeli hingga tujuan menjual, mendistribusikan, serta mengiklankan produk melanggar hak cipta tersebut.
FullCount juga harus membayar ganti rugi dengan atribusi pada produk pelanggaran hak cipta. Termasuk ganti rugi berbentuk keuntungan yang hilang.
Implikasi terhadap Hukum Merek Dagang di Fashion
Kasus gugatan merek dagang antara Levi’s dan FullCount juga meningkatkan kesadaran akan pentingnya hukum trademark dalam industri fashion.
Anda perlu menggunakan Layanan Merek Dagang yang mampu memperjuangkan bisnis Anda di tengah kompetitor yang rentan mengimitasi dan menjiplak.
Terbukti dari kasus Levi’s yang selalu menang ketika mengajukan gugatan saat mereknya dilanggar oleh FullCount. Kekuatan hukum merek dagang dalam industri fashion adalah landasan agar setiap merek fashion mampu membangun ekuitas bisnisnya.
Pergeseran Persepsi Konsumen dan Loyalitas Merek
Merek yang melanggar seperti FullCount akan mengalami pergeseran persepsi dan loyalitas konsumen. Mereka akan beralih pada merek lain dengan orisinalitas yang kuat. Terutama bagi konsumen yang menghargai proses kreatif suatu merek untuk membentuk identitasnya.
Tidak heran banyak yang berlangganan membeli denim dari Levi’s mengingat ciri khas dan identitas merek yang kuat. Nilai produk serta pangsa pasar Levi’s di industri denim pun tidak perlu diragukan lagi.
Setelah mempelajari kasus gugatan merek dagang Levi’s dan FullCount, berinvestasi pada firma hukum kekayaan intelektual seperti Am Badar & Am Badar adalah keputusan tepat. Anda bisa mengandalkan Layanan Merek Dagang kami yang komprehensif hingga meliputi Oposisi Merek Dagang.
Tim pengacara kami akan memastikan merek dagang Anda tetap valid dengan memperjuangkan gugatan di pengadilan saat ada yang melanggar. Maka dari itu, hubungi kami sekarang untuk dapatkan perlindungan dan layanan hukum terbaik!
Berikut Prosedur Pendaftaran Merk Dagang di Indonesia yang bisa Anda pelajari lengkap dengan wawasan kekayaan intelektual lainnya hanya di blog kami.