Pelanggaran Merek Dagang: Louis Vuitton vs. Ayam Goreng Korea

Waktu Baca: 4 menit
Trademark-Infringement_-Louis-Vuitton-vs.-Korean-Fried-Chicken-Am Badar

Pelanggaran merek dagang atau trademark rentan terjadi pada merek populer seperti Louis Vuitton. Namanya yang sudah mendunia kerap dijadikan merek baru suatu usaha dagang dengan menyandingkannya bersama objek dagang. Seperti kasus restoran ayam goreng dari Korea bernama ‘Louis Vuiton Dak’ yang harus berakhir dengan mengganti nama restonya. 

Kasus ini menunjukkan betapa krusial mendaftarkan merek dagang demi melindungi kekayaan intelektual perusahaan. Layanan Merek Dagang dari Am Badar & Am Badar tersedia untuk memudahkan proses pendaftaran trademark Anda.

Untuk memahami lebih rinci apa saja pelanggaran yang dilakukan terhadap merek desainer eksklusif Louis Vuitton, mari simak ulasannya di bawah ini.

Louis Vuitton vs Louis Vuiton Dak

Meskipun berbeda bidang industri bisnisnya, namun kasus restoran ayam goreng Korea yang menggunakan nama Louis Vuitton tetap termasuk pelanggaran terhadap merek dagang yang harus dikenai sanksi. Mengapa demikian? Berikut pembahasan selengkapnya untuk Anda.

1. Latar Belakang 

Louis Vuitton atau LV merupakan perusahaan fashion yang telah memiliki cabang di 50 negara dengan total hingga 460 toko di berbagai penjuru dunia. Perusahaan fashion satu ini termasuk bagian Meet Hennessy Louis Vuitton (LVMH) Group. 

Promosi berbagai produk Louis Vuitton berlangsung di berbagai negara menggunakan merek dagang ‘Louis Vuitton’. Selain itu, perusahaan ini juga menerapkan inisial ‘LV’ ketika memperdagangkan produknya sejak 1890 yang lalu. 

Sementara itu, Louis Vuiton Dak merupakan nama dari restoran ayam goreng di Korea Selatan dan berbasis di Seoul. Kim adalah nama pemilik restoran tersebut. Arti dari nama tersebut menurut Kim merujuk pada pelesetan ‘tong dak’, frasa Korea yang artinya ‘ayam utuh’.

Logo dari Louis Vuiton Dak pun amat mirip dengan logo monogram Louis Vuitton yang khas. Melihat kemiripan yang terdapat pada logo tersebut, maka perusahaan fashion asal Paris, Prancis ini pun mengajukan surat perintah pemberhentian pada restoran ayam goreng tersebut. 

Kasus ini kemudian dibawa ke pengadilan pada September 2015 berdasarkan tuduhan terkait pelanggaran ‘Undang-Undang Pencegahan Persaingan Tidak Sehat dan Perlindungan Rahasia Dagang’. 

Bukan hanya nama dan logo saja yang memiliki kemiripan, namun kemasan restoran ayam goreng tersebut juga terlihat mirip karena mencantumkan citra ikonik merek fashion tersebut. Ini memperkuat tuduhan pelanggaran merek dagang yang diajukan Louis Vuitton.

2. Pelanggaran Merek Dagang yang Terjadi

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat pelanggaran pada elemen merek dagang berupa nama serta desain logo merek. Kim hanya menghilangkan satu huruf ‘t’ dari dua huruf ‘t’ yang terdapat pada kata ‘Vuitton’, sehingga menjadi ‘Vuiton’.

Selain itu, restoran ayam goreng tersebut menggunakan desain monogram yang serupa dengan logo Louis Vuitton pada kemasan take away serta serbet makannya. 

Berbagai bentuk pelanggaran merek dagang tersebut berhubungan dengan tiga pasal dalam Undang-Undang Merek Dagang Republik Korea, yaitu:

  • Pasal 230

Inti dari pasal ini adalah setiap pelanggar hak merek dagang atau pun lisensi eksklusif akan mendapatkan hukuman pidana penjara maksimal tujuh tahun atau denda maksimum 100 juta won.

  • Pasal 7 Ayat 10

Adapun pasal 7 (10) menyatakan bahwa setiap merek dagang dikhawatirkan akan menyebabkan kebingungan dengan jasa atau barang orang lain akibat merek tersebut sangat populer di kalangan konsumen.

  • Pasal 7 Ayat 12

Untuk pasal 7 (12), inti isinya kurang lebih mengenai merek dagang apa saja yang identik dengan merek dagang (kecuali indikasi geografis) yang diketahui sebagai indikasi barang kepunyaan orang tertentu oleh konsumen.

Ini berlaku baik itu di dalam atau luar Republik Korea, serta digunakan sebagai tujuan yang tidak bisa dibenarkan, misalnya mendapatkan keuntungan secara tidak adil atau merugikan orang tertentu.

3. Hasil Keputusan Pengadilan

Ketika terdapat pelanggaran merek dagang terhadap perusahaan Anda, tindak lanjut yang tepat dilakukan adalah mengajukannya ke pengadilan. Terutama jika mengingat merek dagang perusahaan Anda telah terdaftar secara resmi menurut hukum. 

Anda bisa percaya diri dalam meminta pertanggungjawaban kepada pihak yang melakukan plagiarisme merek dagang. Dalam kasus dengan restoran ayam ini, Louis Vuitton otomatis mendapatkan dukungan penuh dari pengadilan. 

Keputusan pengadilan mempertimbangkan durasi dari pelanggaran merek yang telah dilakukan oleh restoran ayam goreng dari Korea tersebut. Termasuk niat sang pemilik restoran yang disengaja sepanjang periode aktivitas pelanggaran. 

Selain itu, pengadilan juga melihat faktor utama seperti kesamaan dalam visual hingga makna merek. Potensi terjadi kebingungan di antara konsumen mengenai asal produk restoran ayam tersebut turut diperhitungkan oleh pengadilan saat membuat keputusan. 

Pada kasus ini, pengadilan meneliti tingkat kemiripan nama serta logo dari restoran ayam goreng Korea dengan Louis Vuitton sebagai perusahaan fashion yang sudah mapan dan kuat keberadaannya di kalangan konsumen. 

Hasilnya, Louis Vuitton menuntut dan menginginkan restoran ayam goreng mengubah namanya secara keseluruhan. Lalu, Pengadilan Distrik Pusat Seoul juga memerintahkan sang pemilik restoran agar membayar USD 12.750 per hari selama 29 hari kepada Louis Vuitton. Pembayaran terhitung sejak restoran memajang nama yang diubah tersebut. 

Namun, restoran ayam goreng berakhir terkena denda 14,5 juta Korean won lagi akibat tidak patuh pada aturan. Ini terjadi setelah restoran tersebut mengubah namanya setelah keputusan pengadilan pertama, dengan nama LOUISVUI TONDAK.

Pelajaran Penting dari Kasus Ini

Kasus pelanggaran merek dagang antara Louis Vuitton dengan Louis Vuiton Dak ini membuktikan pentingnya perlindungan kekayaan intelektual melalui merek dagang. Tidak melihat sektor bisnis yang berbeda, membuat merek dagang tetap memerlukan itikad yang baik. 

Restoran ayam goreng dari Korea Selatan bernama Louis Vuiton Dak menjadi contoh itikad buruk dan ketidaketisan penggunaan identitas merek untuk berdagang. Apabila awalnya telah beritikad buruk, maka selanjutnya tidak akan diterima dengan baik, khususnya pada dunia merek dagang serta kekayaan intelektual. 

Itulah mengapa, pengadilan menilai tindakan Kim sebagai pemilik restoran ayam goreng tersebut sebagai kesengajaan dan bukan kelalaian. Jika dibiarkan berlanjut begitu saja, maka akan ada Louis Vuiton Dak kedua, ketiga, dan seterusnya. 

Pemilik merek dagang asli pun akan mengalami kerugian dari peristiwa tersebut. Adapun untuk di Indonesia, perbuatan Louis Vuiton Dak tersebut telah melanggar Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Pasal 21 Ayat 3. Pengajuan mereknya pun pasti akan ditolak. 

Pelajaran lain yang perlu diperhatikan dari kasus ini adalah esensi berkonsultasi pada konsultan atau pengacara kekayaan intelektual. Ini berlaku bagi setiap pelaku usaha yang ingin mengajukan merek dagang baru. 

Melalui konsultasi dengan ahli dan profesional di bidangnya tersebut, maka kasus seperti plagiarisme nama dagang bisa dicegah dan dihindari. Sebab, konsultan atau pengacara akan melakukan pengecekan menyeluruh untuk memastikan merek dagang Anda hanya ada satu dan belum ada yang menggunakan merek serupa sebelumnya. 

Anda bisa bekerja sama dengan pengacara kekayaan intelektual terpercaya dari Am Badar & Am Badar untuk menghindari terlibat dalam pelanggaran merek dagang. Layanan Merek Dagang kami komprehensif untuk segala kebutuhan usaha Anda. 

Mulai dari Pencarian Merek Dagang hingga Lisensi Merek Dagang, konsultasikan langsung dengan tim pengacara yang responsif dengan menghubungi kontak kami. Kunjungi juga laman layanan serta artikel kami agar Anda bisa mengenal Am Badar & Am Badar lebih dekat.

Berita Terkait

Layanan Terkait

Layanan terkait kami berdasarkan artikel

Kami menyediakan berbagai layanan Kekayaan Intelektual yang berkaitan dengan artikel yang Anda baca.

Berinvestasi untuk masa depan yang lebih baik dengan layanan kami