Apakah Pembuat Action Figure Harus Bayar Royalti?

Waktu Baca: 4 menit

Action figure adalah figur (pahlawan super, karakter film, dan sebagainya) berukuran kecil yang terbuat dari plastik atau material lainya, yang digunakan sebagai mainan atau barang koleksi. Action figure pertama kali diperkenalkan di Amerika pada tahun 1963. Disaat produsen mainan Hasbro ingin memasarkan mainan tentara modern yang diberi nama GI Joe, Hasbro membuat istilah action figure karena istilah boneka dirasa kurang pas untuk anak laki-laki.

Karena keberhasilan Hasbro menjual action figure GI Joe, pada tahun 1966, Hasbro membuat edisi captain action yaitu action figure berupa superhero seperti Batman, Superman dan Spiderman. Karena tingginya minat action figure di seluruh dunia, pada tahun 1980-an banyak perusahaan mainan yang membuat serial animasi untuk meningkatkan penjualan action figure, salah satu yang paling terkenal sampai saat ini adalah Teenage Mutant Ninja Turtles.

Pada era 1990-an banyak bermunculan komunitas action figure yang kebanyakan anggotanya adalah orang dewasa. Terbentuknya komunitas action figure menjadi pertanda baru bahwa action figure bukan hanya sekedar mainan, namun merupakan koleksi yang bernilai tinggi di mata penggemarnya. Pada tahun ini juga action figure merambah ke indonesia. Dengan berkembangnya zaman dan masuknya internet ke Indonesia, pada tahun 2000-an banyak kolektor action figure yang berkumpul di forum-forum seperti Kaskus. 

GI JOE: Action Soldiers jadi Action Figure pertama di dunia.

Hingga saat ini action figure masih digemari oleh segala kalangan, tidak hanya laki-laki, tapi juga perempuan. Karena action figure tidak hanya terinspirasi dari superhero atau karakter film saja, melainkan banyak bermunculan action figure yang menyerupai artis selebritis atau public figure terkenal.

Namun apakah pembuatan action figure harus mendapat lisensi dari pemegang hak cipta? Apakah harus membayar royalti dari penjualan action figure tersebut? Apakah terdapat hukuman dari penjualan action figure yang tidak berlisensi? 

Karena karakter film, superhero dll. Merupakan sebuah Ciptaan yang dilindungi oleh Hak Cipta, maka penulis akan menjawab pertanyaan ini berdasarkan Undang Undang nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta.

Jika dilihat dari pasal 9 ayat 1 huruf (d) Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, dikatakan bahwa pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan merupakan Hak Ekonomi pencipta. Pada pasal 9 ayat 2 dan 3 Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta dijelaskan bahwa setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang Hak Cipta. Selain itu setiap orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial.

Penampilan para aktor-aktris dari film Eternals dalam bentuk action figure dari lini Marvel Legends. Filmnya sendiri baru tayang di bioskop mulai November 2021. Foto: Zack Legend

Dari penjelasan diatas sudah jelas bahwa pengadaptasian, pengaransemenan dan pentransformasian Ciptaan hanya dapat dilakukan oleh pemegang Hak Cipta atau orang yang diberi izin oleh pemegang Hak Cipta. Karena mengalihwujudkan suatu ciptaan menjadi bentuk yang berbeda dari aslinya termasuk kedalam pengadaptasian, maka mengalihwujudkan karakter film, superhero dan/atau selebritis menjadi action figure merupakan hal yang hanya dapat dilakukan pemegang Hak Cipta karena terdapat Hak Ekonomi didalamnya.

Lalu bagaimana jika ada perusahaan mainan yang ingin mengalihwujudkan karakter film, superhero, dan/atau selebritis menjadi action figure? Perusahaan mainan tersebut harus mendapat lisensi terlebih dahulu kepada pemegang Hak Cipta. Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu. Biasanya di dalam perjanjian lisensi terdapat royalti yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada pihak pemegang Hak Cipta sesuai perjanjian.

Bagaimana dengan artis pemerannya, bisakah ia keberatan kalau karakter yang ia perankan dibuat action figure-nya? Untuk hal ini, si artis hanya bisa berhubungan dengan rumah produksi yang memiliki karakter tersebut. Karena honor yang ia terima biasanya sudah mencakup keseluruhan. Jika si artis merasa dirinya punya nilai lebih dan selama ini melihat telah banyak produsen mainan yang membuat action figure-nya, maka ia bisa melakukan negosiasi honor di film selanjutnya.

Berbeda jika yang dibuat adalah action figure dari sosok personal. Misalnya ada seorang tokoh masyarakat yang keberatan saat ada produsen mainan yang memproduksi dan mengkomersilkan karakternya tanpa izin, maka ada ancaman hukuman yang menanti.

Produsen mainan GoodGuysNeverWin pada 2016 sempat tersandung masalah karena digugat oleh Sumanto.

Hukuman untuk siapa saja yang melanggar Hak Ekonomi dapat dilihat pada pasal 113 ayat 2 Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, yaitu Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Walaupun para pelanggar Hak Ekonomi hanya bisa digugat jika pemegang Hak Cipta merasa keberatan, karena ini merupakan delik aduan, namun sebagai masyarakat Indonesia yang baik, sudah seharusnya kita menghargai karya orang lain dan mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia. Jika Partners memiliki pertanyaan lebih lanjut atau ingin mendaftarkan Kekayaan Intelektual partners, dapat menghubungi kami di marketing@ambadar.co.id.

Berita Terkait

Berinvestasi untuk masa depan yang lebih baik dengan layanan kami