Pembajakan buku di Indonesia saat ini menempati urutan ke-3 setelah software dan musik. Bentuk pembajakan buku beraneka ragam, diantaranya adalah pembajakan buku melalui sarana fotocopy, maupun pembajakan buku secara keseluruhannya dengan mencetak buku aslinya tanpa ijin dari pemegang Hak Cipta.
Oleh karena itu, untuk menanggulangi banyaknya pembajakan buku, maka pada tahun 2008 Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) mendirikan Yayasan Cipta Buku Indonesia (YCBI) yang dalam beberapa waktu kemudian berubah nama menjadi Yayasan Reproduksi Cipta Indonesia (YRCI). YRCI merupakan sebuah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang mendapatkan kuasa dari setiap pemilik Hak Cipta untuk memungut royalti dari lisensi yang diberikan kepada setiap pengguna yang memperbanyak sebuah buku.
Oleh karena itu, agar penulis buku bisa mengatur setiap royaltinya dengan mudah, maka setiap penulis disarankan untuk bergabung dengan Lembaga Manajemen Kolektif ini. Dengan bergabung dengan lembaga manajemen kolektif, maka pemilik Hak Cipta buku akan mudah untuk mengontrol izin lisensi yang akan diberikan.
Lembaga Manajemen Kolektif YRCI akan memungut royalti perbanyak buku ini kepada beberapa lembaga yang melakukan perbanyakan buku diantaranya adalah :
1) Universitas.
2) Politeknik.
3) Sekolah Menengah Atas.
4) Sekolah Menengah Pertama.
5. Perpustakaan Umum Daerah.
6) Perpustakaan Komersil.
7) Pusat Industri Fotocopy (copy center).
8) Institusi Keagamaan.
9) Institusi Kebudayaan.
Sumber : Miladiyantho (2010)
Dengan demikian, jika ada institusi dari Perguruan Tinggi yang akan memperbanyak sebuah buku dimana pemilik Hak Ciptanya tergabung kedalam anggota YRCI, maka pihak YRCI akan berhubungan secara langsung dengan institusi Perguruan Tinggi tersebut untuk memberikan ijin lisensi. Selanjutnya, YRCI akan memungut royalti yang diberikan oleh institusi Perguruan Tinggi tersebut untuk disalurkan kepada pemilik Hak Cipta buku.
Dalam kaitannya dengan kegiatan memungut royalti dari Institusi Perguruan tinggi tersebut, maka YRCI akan mendapatkan bagian sebanyak 10 % (biaya administrasi Surat Kuasa), 30 % (biaya operasional YRCI), dan 60 % untuk pemilik Hak Cipta (Penulis). [2] (Shobhi Mahmasini dalam Peran YCBI dalam Penarikan Royalti Buku Oleh Sulthon Miladiyantho, S.H Fakultas Hukum UNDIP).
Analisa Hukum
Keberadaan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dapat membantu pemilik Hak Cipta Buku untuk mengelola Royalti mereka. Keberadaan LMK untuk memungut royalti bisa dikuatkan dengan adanya surat kuasa dari pemilik Hak Cipta. [3]
Didalam UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta belum diatur mengenai mekanisme penarikan royalti, namun berdasarkan pasal 45 ayat 4 dijelaskan bahwa jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi. Selain itu pada pasal 47 ayat 2 dijelaskan bahwa agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal.
Sumber :
1. Peran YCBI dalam Penarikan Royalti Buku Oleh Sulthon Miladiyantho, S.H Fakultas Hukum UNDIP. Volume 5, Nomor 1, Tahun 2010
2. Shobhi Mahmasini dalam Peran YCBI dalam Penarikan Royalti Buku Oleh Sulthon Miladiyantho, S.H Fakultas Hukum UNDIP
3.http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl594/apakah-lembaga-pengumpul-royalti-dibenarkan-secara-hukum diakses 12 Desember 2013.
Ditulis Oleh :
Agus Candra Suratmaja, S.P
Staf Manajemen Strategis Am Badar & Partners
Pendaftaran HKI :
www.ambadar.com
Keyword :
Yayasan Reproduksi Cipta Indonesia (YRCI), Lembaga Manajemen Kolektif Hak Cipta Buku, Hak Cipta Buku, Pembajakan Buku, Pendaftaran Hak Cipta Buku