Bahasa isyarat adalah bahasa non verbal yang digunakan penyandang disabilitas tuli atau tuna rungu untuk berkomunikasi. Bahasa isyarat juga berperan sebagai alat bagi penggunanya untuk mendapatkan informasi dan mengidentifikasi diri. Perbedaan mendasar antara bahasa isyarat dan bahasa lisan ada pada sarana produksi dan persepsinya. Bahasa lisan diproduksi melalui alat ucap (oral) dan dipersepsi melalui alat pendengaran (auditoris), sementara bahasa isyarat diproduksi melalui gerakan tangan (gestur) dan dipersepsi melalui alat penglihatan (visual).
Bahasa isyarat setiap negara berbeda, meskipun memiliki bahasa tulis yang sama. Contohnya adalah Amerika Serikat dan Inggris, memiliki bahasa tulis yang sama, tetapi bahasa isyarat mereka berbeda.
Menurut sejarah, bahasa isyarat awalnya ditemukan oleh Helen Adams Keller, lahir pada 27 Juni 1880, wanita asal Alabama, Amerika Serikat. Ia adalah seorang penyandang buta dan tuli saat berumur 19 bulan. Dengan bimbingan Anne Sullivan untuk berkomunikasi pertama kali melalui tepuk tangan. Kemampuan belajar Hellen Keller yang pesat dapat membuat isyarat tangan, yang berkembang hingga saat ini yang dikenal dengan American Sign Language (ASL). Saat Anne Sullivan mencoba menuliskan alfabet di telapak tangan Helen Keller, ia lebih cepat memahami komunikasinya. Bahasa isyarat tangan digunakan untuk mewakili huruf-huruf dalam alfabet. Untuk seseorang dapat menggunakan bahasa isyarat ini, ia harus hafal bahasa isyarat sesuai dengan urutannya. Tidak hanya menciptakan bahasa isyarat, Helen Keller juga menerbitkan beberapa buku hasil karyanya sendiri, buku pertama yang ia tulis berjudul The Story of My Life.
Kajian bahasa isyarat modern dianggap dipelopori oleh William Stokoe pada tahun 1960, pria asal Amerika Serikat yang mempublikasi buku Sign Language Structure tentang struktur ASL.
Penelitian bahasa isyarat terus berkembang hingga saat ini dan mulai dilakukan di kawasan Asia pada tahun 1990-an.
Dalam kekayaan intelektual, bahasa isyarat dan tidak bisa dipatenkan, pada prinsipnya akan keliru untuk memberikan hak monopoli atasnya, dan paling banyak privatisasi terbatas yang dibenarkan untuk tujuan undang-undang hak cipta dan merek. Karena bahasa adalah milik semua orang untuk berkomunikasi.
Bahasa Isyarat di Indonesia
Di Indonesia, penelitian bahasa isyarat baru dimulai pada tahun 2000-an. Hingga kini, ada dua jenis bahasa isyarat yang dikenal yaitu Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) dan Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI).
Bisindo lebih dipilih oleh komunitas tuli daripada SIBI, karena Bisindo berasal dari bahasa ibu. Akar bahasanya berasal dari bahasa Indonesia yang cenderung lebih umum dan universal untuk diekspresikan. Sedangkan SIBI lebih sering digunakan pada acara formal dan kenegaraan. Tetapi keduanya tidak memiliki perbedaan yang jauh.
Di Indonesia, bahasa isyarat juga tidak bisa dipatenkan. Didi Irawadi, Anggota Badan Legislasi DPR-RI menjelaskan bahwa bahasa isyarat merupakan hak paten bagi penyandang disabilitas dalam berkomunikasi tidak bisa dipatenkan atau didaftarkan sebagai hak milik seseorang.
Tetapi, apakah bahasa fiksi, bahasa gaul, dan bahasa lainnya yang diciptakan oleh penulis cerita bisa dimasukkan ke dalam kategori Kekayaan Intelektual? Tunggu pembahasannya di artikel kami yang akan datang!
Sumber:
- https://www.himedik.com/info/2018/10/10/111500/sejarah, -terciptanya-bahasa-isyarat-seperti-yang-dipakai-jokowi (diakses pada 22 April 2021)
- https://www.liputan6.com/disabilitas/read/4346531/mengenal-sejarah-bahasa-isyarat-sebagai-alat-komunikasi-teman-tuli (diakses pada 22 April 2021)
- https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/7484/t/Baleg+Nilai+Bahasa+Isyarat+Tidak+Bisa+Dipatenkan (diakses pada 29 April 2021)
- Christoper Hutton. 2010. Who Owns Language? Mother Tongues as Intellectual Property and the Conceptualization of Human Linguistic Diversity. Language Sciences: Volume 32, Issue 6