Membeli barang secara online memang memudahkan, namun kekurangannya adalah konsumen tidak bisa melihat produknya secara langsung, serta banyaknya penjual “nakal” yang menjual barang palsu, jadi kasus rutin yang dihadapi oleh konsumen marketplace.
Barang palsu dapat dikategorikan juga sebagai barang hasil pelanggaran Kekayaan Intelektual, karena barang yang dijual dapat berupa barang yang menggunakan merek orang lain, barang-barang bajakan maupun barang hasil pelanggaran Kekayaan Intelektual lainnya.
Dalam urusan perikatan jual-beli secara online memang pertanggungjawabannya tidak berbeda dengan jual-beli secara konvensional, hanya saja dikarenakan proses pembelian secara online maka ada undang-undang yang lebih spesifik mengatur tentang kecurangan yang dilakukan dalam media elektronik dan dalam urusan klaim pertanggungjawabannya. Yakni konsumen dapat meminta pertanggungjawaban melalui penyelenggara marketplace dimana konsumen membeli barang tersebut.
Pertanggungjawaban ini sudah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyatakan bahwa “Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya” Artinya, penyedia marketplace wajib bertanggung jawab terkait segala sesuatu yang terjadi di dalam marketplace.
Lebih lanjut pertanggungjawaban penyelenggara marketplace juga diatur dalam Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang menyatakan bahwa “Jika dalam PMSE terdapat konten informasi elektronik ilegal, maka pihak PMSE dalam negeri dan/atau PMSE luar negeri serta Penyelenggara Sarana Perantara bertanggung jawab atas dampak atau konsekuensi hukum akibat keberadaan konten informasi elektronik ilegal tersebut.”
Penjualan terhadap barang palsu ini termasuk penjualan yang memuat konten ilegal karena kehadirannya bertentangan dengan romawi V huruf B angka 1 huruf e Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2016 tanggal 30 Desember 2016 yang menyatakan bahwa konten dalam marketplace tidak boleh memuat barang dan/atau jasa yang memuat konten yang melanggar hak kekayaan intelektual. Sehingga, tidak diperbolehkan bagi penjual dalam marketplace untuk menjual barang “palsu” lebih lanjut, apabila penjual menyatakan bahwa barang yang dijual adalah “original” hal ini dapat dikategorikan sebagai penipuan.
Pengelola marketplace diwajibkan untuk menyediakan syarat dan ketentuan terhadap konten barang dan/atau jasa yang akan diunggah, menyediakan sarana pelaporan untuk menyampaikan aduan mengenai konten yang dilarang serta melakukan tindakan terhadap aduan atau pelaporan atas konten, memperhatikan jangka waktu penghapusan dan/atau pemblokiran terhadap konten yang dilarang, melakukan evaluasi dan/atau monitoring terhadap kegiatan penyelenggaraan pedagang dalam platformnya, serta mematuhi kewajiban lain yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain pengaturan tersebut, dalam pengaturan tentang kekayaan intelektual yakni hak cipta diatur juga mengenai pertanggungjawaban penyelenggara tempat perdagangan baik secara perdata yang diatur Pasal 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) yang menyatakan bahwa Pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau pengadaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya maupun pertanggungjawaban pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 114 UU Hak Cipta yang menyatakan bahwa Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Menindaklanjuti hal ini, beberapa pengelola marketplace mulai memberlakukan peraturan khusus untuk penjualan barang di lapak mereka. Marketplace Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Blibli, dan Lazada mendukung upaya pemberantasan produk yang melanggar Kekayaan Intelektual (KI) di platform masing-masing. Para marketplace mengambil peran dengan melakukan identifikasi produk secara lebih detail dan mengedukasi pelapak serta pembeli di platformnya untuk tidak menjual maupun membeli barang palsu. Bahkan, tegas akan menutup toko yang terindikasi kuat menjual produk ilegal atau palsu di situsnya.
Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) yang juga menaungi e-commerce marketplace pun menyatakan bahwa akan mendukung penegakan hukum kekayaan intelektual sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Masyarakat juga dihimbau untuk tidak menjual barang-barang ilegal dan lebih hati-hati ketika menerima produk yang berpotensi palsu. Masyarakat yang merasa menemukan produk palsu juga dapat melaporkan penjual di marketplace dimana barang itu dibeli. Diketahui bahwa Tokopedia telah melakukan upaya untuk melindungi KI sepanjang tahun 2020. Sebanyak 1,9 juta produk yang melanggar KI dan produk palsu telah dihapus dari Tokopedia dan 30 ribu toko yang menjual produk palsu ditutup.
Penanggulangan dan pencegahan penjualan barang palsu dan pembajakan ini menjadi tugas bersama dan penting untuk dilakukan terutama bagi Indonesia yang ingin keluar dari status Priority Watch List (PWL). Status PWL yang disandangkan United States Trade Representative pada Indonesia tersebut dinilai dapat menghambat investasi dan pengembangan ekonomi nasional.
Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa, Anom Wibowo menjelaskan bahwa Satuan Tugas (Satgas) Operasi Penanggulangan Status PWL Indonesia di bidang kekayaan intelektual, tengah menyusun kerjasama dengan berbagai marketplace untuk memastikan bahwa tidak ada penjualan barang palsu di lapak digital dan kedepannya, penjual diminta menunjukkan sertifikat KI dari barang dagangannya sebelum diunggah ke marketplace.
Penjualan barang palsu memang merugikan bukan hanya untuk pembeli yang tertipu, bahkan sampai merugikan negara Indonesia hingga masuk dalam status PWL. Sebagai salah satu konsultan kekayaan intelektual ternama di Indonesia, Am Badar & Am Badar berupaya memberikan edukasi kepada masyarakat untuk sadar dan memahami betapa pentingnya kekayaan intelektual, Am Badar & Am Badar pun membuka diri untuk memberikan konsultasi secara gratis kepada masyarakat yang memiliki pertanyaan seputar kekayaan Intelektual melalui email maupun media sosial.
Source:
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
- Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
- Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2016 tanggal 30 Desember 2016
- DJKI: DJKI Apresiasi Upaya Marketplace Hentikan Peredaran Barang Palsu dan Pembajakan di Platform Digital
- Detikinet: Seller nekat jual barang palsu di e-commerce ini hukumannya