NFT atau Non-Fungible Token kini menjadi topik perbincangan hangat. Meskipun teknologi ini sudah ada sejak 2014, popularitas perdagangan NFT baru-baru ini meningkat drastis hingga menghadirkan angka-angka menakjubkan. Video “Charlie Bit My Finger” yang sudah ditonton lebih dari 885 juta kali di Youtube, dikonversi menjadi NFT, dan terjual di harga $760.999 atau sekitar 11 miliar Rupiah!
Jack Dorsey, salah satu pendiri, serta mantan CEO Twitter telah menjual tweet pertamanya (sekaligus tweet pertama di Twitter) dalam bentuk NFT seharga $2,5 juta. Selain itu, seorang seniman bernama Beeple berhasil menjual karyanya dengan harga $69 juta, harga ketiga tertinggi untuk sebuah karya oleh seniman yang masih hidup.
Mungkin berbagai pertanyaan muncul di benak Partners. Mengapa NFT bisa sebegitu berharganya? Apa saja yang diperdagangkan dalam NFT? Bagaimana cara kerjanya? Dan tentunya, apa implikasi NFT terhadap hukum Kekayaan Intelektual?
NFT, pada dasarnya adalah aset digital yang menggambarkan suatu objek seperti karya seni, musik, atau video. NFT mengubah suatu objek menjadi satu-satunya, sehingga karya tersebut bisa diverifikasi dan dapat diperdagangkan melalui blockchain, suatu buku kas besar (ledger) yang mencatat setiap transaksi terjadi di suatu jaringan.
Bisa dibilang bahwa secara sederhana, NFT berfungsi sebagai sertifikasi kepemilikan sebuah barang. Berbeda dengan cryptocurrency umum seperti bitcoin, NFT tidak dapat digandakan atau diganti. Kepemilikan aset nantinya dapat diklaim dari token digital. Objek dagang NFT pun beraneka ragam: dapat berupa video, sepatu, tweet, gif, dan bahkan lahan virtual dapat dijadikan NFT. Selebihnya, perdagangan NFT kini diselenggarakan di berbagai platform pasar digital seperti CryptoPunks, OpenSea, dan Rarible.
NFT dan Kekayaan Intelektual
Teknologi NFT masih sangat baru dan oleh karena itu, banyak ruang lingkup dari cangkupan NFT belum ada peraturannya. Dalam segi Kekayaan Intelektual, NFT bisa dilihat sebagai alat penyederhanaan. Sebagai contoh, seorang pemilik Paten dapat memutuskan untuk mengubah Paten yang ia miliki menjadi NFT, sehingga mempermudah paten untuk dijual, diperdagangkan, dan dikomersialkan. Pada bulan April lalu, IPwe dan IBM mengumumkan kesepakatan untuk menyajikan Paten sebagai NFT. Meskipun demikian, melalui kacamata Kekayaan Intelektual, sifat dari NFT tersendiri tentunya juga akan mendatangkan berbagai tantangan-tantangan baru yang penting untuk diketahui.
Bagaimana mengubah suatu karya menjadi NFT?
Minting merupakan istilah untuk men-token-isasi suatu objek dagang ke blockchain. Kini alat serta tutorial untuk minting tersebar secara luas di Internet, dengan demikian siapa pun dapat mengubah suatu objek menjadi NFT dan dengan kata lain, mungkin saja ada pihak yang mengambil karya anda tanpa izin dan menjualnya sebagai NFT. Ini tentunya menimbulkan masalah. Tentunya, memperbanyak, menjual, atau menampilkan ke publik tanpa izin dari pencipta aslinya adalah pelanggaran Hak Cipta, dan oleh karena itu penting bagi Partners yang tertarik untuk melakukan minting atau menjual agar memastikan terlebih dahulu mengenai kepemilikan hak atau izin yang diperlukan untuk objek yang akan di-minting.
Selebihnya, perlu ada peraturan untuk platform (atau untuk sekarang, kebijakan mereka sendiri) agar dapat memverifikasi aspek Hak Milik dalam suatu objek Kekayaan Intelektual yang dijadikan NFT, serta bersiap untuk menanggapi permintaan penghapusan dari pemilik sebenarnya yang sah, jika ada. Dari sisi platform pasar online, mereka bisa jadi akan menerima gugatan pelanggaran atau berbagai macam sengketa lainnya, jika tidak bisa memastikan, tidak secara sadar, atau secara aktif memfasilitasi pelanggaran dari NFT yang bermasalah dengan Hak Cipta. Bagi para pencipta, pemilik merek tertentu, atau siapapun yang tertarik untuk berdagang di dunia NFT, mungkin bisa mulai menggunakan vendor yang dapat melacak pelanggaraan online dan memblokir NFT agar tidak mengalami kerugian yang tidak diinginkan.
Lisensi dalam NFT
Dalam perdagangan suatu objek NFT, hak yang diserahkan mungkin berbeda dari satu platform ke platform lainnya atau bahkan berbeda untuk masing-masing objek NFT. Pembelian NFT bukan berarti termasuk hak untuk menampilkannya, atau hak untuk menggunakannya untuk tujuan komersial. Penjual dapat mempertahankan berbagai hak tertentu, bahkan setelah transaksi dipenuhi. “Smart Contracts” yang sering diterapkan dalam perdagangan NFT dapat secara otomatis mencakup berbagai tindakan tertentu, seperti pembayaran royalti. Dalam hal ini, baik yang berlaku sebagai pembeli maupun penjual, sebaiknya saling mengkomunikasikan dengan jelas mengenai hak-hak apa saja yang dipertahankan atau diberikan, ini juga akan lebih kuat apabila didampingi smart contract.
NFT dan Host Server
Penting untuk diketahui bahwa dalam suatu transaksi NFT, yang sebenarnya berpindah tangan adalah token yang menunjukkan lokasi suatu aset digital. Ini menimbulkan pertanyaan, “Apa yang akan terjadi jika platform tempat NFT berada menghilang?”
Atau bagaimana jika ada yang lupa memperbarui nama domain? Untuk menanggulangi ini, setiap pihak sebaiknya memperjelas tanggung jawab masing-masing perihal keberadaan suatu NFT, tanggung jawab untuk memelihara NFT, serta proses yang diperlukan agar NFT dapat ditampilkan apabila pemilik sedang memerlukannya. Khususnya untuk objek yang bernilai tinggi, pembeli mungkin sebaiknya menetapkan klausul-klausul tertentu dalam hal apabila pemilik memerlukan NFT, namun NFT tidak tersedia karena berbagai alasan teknis.
Pada akhirnya, NFT merupakan simbol dari masa depan pasar yang semakin modern dan rumit. Kita belum bisa memprediksi secara akurat perubahan apa saja yang dapat diberikan teknologi ini pada kebiasaan perdagangan manusia. Namun yang pasti, dalam era yang serba virtual dimana inovasi baru seakan datang tiap hari, bersiap-siaplah untuk menghadapi berbagai guncangan baru serta regulasi-regulasi yang akan mengaturnya. Tentunya, kami akan selalu siap untuk melayani berbagai keperluan Partners seputar Kekayaan Intelektual. Jangan ragu menghubungi kami melalui email marketing@ambadar.co.id
Sumber: