Pada awal Februari 2022, aktor Abdel Achrian berhasil menaklukkan musisi sekaligus presenter Deddy Mahendra Desta dalam laga persahabatan tenis meja. Diluar dugaan, Abdel berhasil menang telak dengan skor 4-1.
Pertandingan tersebut membuat olahraga tenis meja menjadi topik perbincangan hangat para netizen Indonesia. Sejenak, tenis meja atau yang di dalam negeri akrab disebut “ping pong” mendapat perhatian yang jarang didapatkannya.
Namun sadarkah Partners bahwa kebanyakan organisasi dan laga internasional, seperti Olimpiade, menggunakan istilah tenis meja ketimbang ping pong? Apa alasannya? Terkait hal ini, kami akan mengulasnya lebih jauh.
Sejarah Singkat Tenis Meja
Olahraga tenis meja pertama kali berkembang di Inggris pada era 1800-an. Konon, olahraga ini hanya dimainkan oleh kalangan elit Inggris. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa asal mula olahraga tersebut adalah sebagai aktivitas rekreasional para tentara Inggris di India.
Versi paling awal dari tenis meja memang cukup sederhana. Permainannya hanya terdiri dari papan, bola golf, dan buku yang digunakan sebagai papan sekaligus jaring. Seiring berjalannya waktu, olahraga ini berkembang, baik dari segi teknis maupun popularitas.
Pada 1901, menjadi era penting bagi perkembangan tenis meja dunia. Penggunaan bola seluloid mulai marak setelah pertama kali dicetuskan oleh James W.Gibb. Masih di tahun yang sama, E.C. Goode merancang raket modern dengan memasang selembar karet ke sebuah ukiran kayu.
Sepanjang era 1920-an, tenis meja berkembang pesat ketika beberapa organisasi resmi yang menaungi olahraga tersebut didirikan. Dimulai dari Inggris yang mendirikan Asosiasi Tenis Meja (TTA), pada 1921. Sekitar 5 tahun kemudian, berdiri juga Federasi Tenis Meja Internasional (ITTF).
Pada tahun yang sama, kejuaraan resmi tenis meja juga diselenggarakan di Inggris. Ini merupakan momen krusial yang berkontribusi membentuk tenis meja menjadi olahraga global. Puncaknya, tenis meja pertama kali diperlombakan pada Olimpiade 1988.
Kenapa Ping Pong?
Dalam perkembangannya, tenis meja juga identik dengan istilah ping pong. Dalam percakapan sehari-hari, istilah ping pong memang sudah sinonim dengan olahraga tenis meja, terutama di Indonesia. Meskipun demikian, penggunaan istilah tersebut sebenarnya kurang tepat. Mengapa demikian?
Penggunaan istilah ping pong memang sudah dikenal sejak awal tenis meja berkembang. Namun pada 1901, perusahaan asal Inggris bernama J. Jaques & Son Ltd mendaftarkan ping pong sebagai merek dagang untuk brand alat tenis meja mewah. Sedangkan di Amerika Serikat, ping pong didaftarkan sebagai merek dagang oleh Parker Brothers, perusahaan yang sudah dikenal sebagai pembuat permainan Monopoli.
Status ping pong sebagai merek dagang yang dimiliki oleh pihak-pihak yang berbeda di beberapa negara di dunia lah yang kemudian menjadi alasan mengapa organisasi-organisasi resmi dunia lebih menggunakan istilah tenis meja ketimbang ping pong. Meski demikian, pada 2009, perusahaan Sandman Table Tennis meminta izin kepada Escalade Sports, pemilik merek dagang ping pong di Amerika sejak tahun 1970, untuk menggunakan istilah ping pong dalam kejuaraan tenis meja yang mereka ingin selenggarakan.
Escalade Sports pun memberikan izin tersebut. Namun, polemik muncul ketika Sandman mengajukan permohonan pendaftaran merek untuk istilah World Championship of Ping-Pong. Escalade melayangkan gugatan dan pada akhirnya permohonan Sandman tersebut ditolak atas dasar terlalu serupa dengan merek yang sudah didaftarkan oleh Escalade Sports.
Maka dari itu partners, jika ingin terhindar dari masalah hukum, sebaiknya gunakan nama olahraga resminya saja untuk kegiatan komersil. Sebaiknya hindari penggunaan merek atau brand yang sudah menjadi milik pihak lain.
Untuk mendapatkan informasi paling komprehensif serta layanan terbaik terkait Kekayaan Intelektual, hubungi kami melalui marketing@ambadar.co.id.