Partners pasti tak asing dengan karakter kartun Winnie The Pooh, si beruang madu ramah penghuni Hundred Acre Woods. Ia sudah menjadi karakter favorit anak-anak dari generasi ke generasi sejak dirilis 95 tahun silam.
Washington Post melaporkan, Winnie The Pooh dan teman-temannya masuk public domain alias bebas dari hak cipta Sejak 1 Januari 2022,
Apakah ini berarti partners bisa bebas memanfaatkan karakter ini tanpa meminta izin dari Disney? Mungkin, tapi tidak sepenuhnya.
Namun sebelum membedah lebih dalam soal status hak cipta Winnie The Pooh, kami akan membawa Partners untuk melihat kembali asal-usul tokoh pecandu madu ini.
Lahirnya si Beruang Madu Ikonik
Karakter beruang madu menggemaskan ini lahir dari tangan dingin penulis asal Inggris, A. A. Milne dan illustrator, E.H Shepard. Sebagai veteran Perang Dunia I, mereka ingin merilis buku yang bisa mengobati trauma masyarakat lewat karya lembut menenangkan.
Maka lahirlah Winnie-The-Pooh, pada 1926. Kisah-kisah di dalamnya dibuat konyol dengan pesan sederhana yang membuatnya laris manis di pasaran. Dari sinilah karakter seperti Pooh, Eeyore, Rabbit, Kanga, Roo, Piglet, dan Owl kemudian menjadi populer.
Pemilihan karakter dan nama dalam buku itu terinspirasi dari boneka hewan milik Christopher Robin, putra si penulis buku. Bahkan, Milne dan Shepard menciptakan karakter baru yang terinspirasi dari sosok Christopher.
Sekitar 2 tahun setelah sukses Winnie-The-Pooh, Milne merilis buku selanjutnya, The House at Pooh Corner. Namun, buku itu menjadi kolaborasi terakhirnya bersama E.H Shepard.
Sejak dirilis 95 tahun silam, penjualan buku itu diprediksi sudah mencapai 20 juta kopi dan telah diterjemahkan dalam 50 bahasa. Buku itu bahkan menduduki peringkat ke-7 daftar ‘Buku Terfavorit Masyarakat Inggris’ berdasarkan survei BBC The Big Read.
Kemudian pada 2012, buku Winnie-The-Pooh berhasil menduduki peringkat 26 dalam daftar ‘100 Novel Anak-anak Terbaik’ berdasarkan data Schools Library Journal.
Winnie The Pooh dan Disney
Di luar dunia literatur, karakter ciptaan Milne dan Shepard ini telah diadaptasi dalam berbagai format media dan merchandising. Statista bahkan mencatat, Winnie The Pooh adalah merek dagang media ketiga tersukses di dunia. Ia setara dengan Mickey Mouse dan hanya dikalahkan oleh Pokemon dan Hello Kitty.
Transisi Winnie The Pooh dari seri buku untuk anak-anak menjadi waralaba raksasa dimulai ketika Milne menjual lisensi karyanya kepada agen literatur dan ‘bapak lisensi’ Stephen Slesinger pada 1930, seharga USD1000. Slesinger kemudian memanfaatkan Pooh dalam berbagai produk, seperti permainan papan, boneka, lagu, siaran radio, hingga serial animasi.
Stephen Slesinger juga menjadi orang pertama yang menggambarkan Winnie The Pooh dengan kaus merah, elemen visual yang identik dengan tokoh tersebut sampai sekarang. Setelah kematian Slesinger, istrinya mengalihkan hak lisensi Pooh kepada Disney.
Di bawah bendera Disney, Pooh menjadi merek dagang raksasa dunia seperti sekarang. Selain berbagai produk merchandising, Disney juga diadaptasi ke layar lebar hingga lahirlah film animasi Winnie the Pooh and the Honey Tree, Christopher Robin, The Tigger Movie, Piglet’s Big Movie, dan lainnya.
Bagi masyarakat umum, Winnie The Pooh versi Disney ini mungkin yang paling banyak dikenal. Namun sukses itu tak selalu mulus. Pada 1991, ahli waris Stephen Slesinger sempat menggugat Disney. Alasannya, karena perusahaan itu dinilai gagal memberi laporan akurat terkait keuntungan produk-produk Pooh, sehingga merugikan keluarga.
Persidangan kasus itu terbilang panjang dan kontroversial. Pasalnya, Disney terbukti menghancurkan barang bukti sementara pihak Slesinger mencuri barang bukti dari Disney. Namun pada akhirnya, pengadilan memutuskan ahli waris Slesinger telah mengalihkan segala hak atas Pooh kepada Disney.
Status Hak Cipta Winnie The Pooh
Seperti pembahasan kami dalam artikel Disney sebelumnya, periode hak cipta akan berakhir dan untuk buku Winnie-The-Pooh karya Milne dan Shepard, periode itu berakhir pada awal tahun 2022.
Artinya, segala aspek dari buku tersebut, termasuk karakter dan alur cerita bebas untuk diadaptasi atau digunakan oleh pihak lain tanpa memerlukan izin dari si pemilik hal lisensi. Namun ada dua poin yang harus diingat jika partners ingin mengadaptasinya.
Pertama, tokoh Winnie The Pooh yang terjun ke ranah public domain khusus karakter yang diperkenalkan di buku pertama. Sementara karakter yang muncul di sekuel, seperti Tigger, masih dilindungi hak cipta sehingga penggunaannya masih memerlukan izin.
Kedua, periode hak cipta ini tidak termasuk pada karya adaptasi atas tokoh-tokoh tersebut, termasuk versi Disney yang sudah sangat melekat di benak masyarakat. Hal ini karena film-film Pooh yang digarap Disney masih dalam periode perlindungan hak cipta.
Secara sederhana, tokoh beruang kartun yang gemar madu bernama Pooh ini bebas digunakan siapapun, namun apabila interpretasi yang dibuat terlalu serupa dengan sebagaimana yang digambarkan Disney, maka tentu akan berdampak hukum.
Logika serupa juga berlaku untuk karya adaptasi Disney atas karakter-karakter public domain lainnya, seperti Aladdin, Robin Hood, dan Snow White. Karena hak cipta karakter-karakter tersebut masih dimiliki Disney.
Dunia hak cipta memang kadang terlalu luas, rumit, dan membingungkan layaknya Hundred Acre Wood. Dunia hak cipta ini juga dapat menyesatkan jika partners tidak bersama pendamping-pendamping terpercaya.
Karena itu, kami siap untuk membantu partners dalam segala keperluan terkait kekayaan intelektual. Kami pastikan dapat memberikan layanan dengan ketelitian Owl, semangat Tigger, dan ketulusan Pooh. Hubungi kami sekarang!