Mal Grand Indonesia dinyatakan melanggar Hak Cipta karena telah memakai sketsa tugu selamat datang yang dijadikan logo oleh Mal Grand Indonesia tanpa seizin pemegang Hak Cipta, yaitu ahli waris Henk Ngantung.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menetapkan putusan tanggal 2 Desember 2020, dan menyatakan bahwa Mal Grand Indonesia harus mengganti kerugian sebesar Rp 1 Milliar atas pelanggaran tersebut.
Hak cipta sketsa tugu selamat datang terdaftar atas nama Henk Ngantung yang merupakan seniman dan mantan Gubernur Jakarta pada tahun 1964-1965, dan sketsa tersebut dibuat oleh Henk Ngantung pada tahun 1962.
Sketsa tersebut dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, tepatnya Pasal 40 ayat (1) huruf f yaitu:
“karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase”
Selain itu juga sketsa tersebut sudah mendapatkan Sertifikat Hak Cipta Nomor 46190 dari Kementerian Hukum dan HAM.
Dikutip dari Indonesian Visual Art Archive, Henk Ngantung meninggal dunia pada tahun 1990. Namun terlepas dari hal itu, perlindungan hak cipta seperti dikutip dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) pada Pasal 58 ayat (1) yang menerangkan bahwa:
“Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan:
- buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;
- ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
- alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
- lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
- drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
- karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
- karya arsitektur;
- peta; dan
- karya seni batik atau seni motif lain,
berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.”
Pasal tersebut menjelaskan bahwa perlindungan Hak Cipta terhadap sketsa tugu selamat datang masih berlaku sampai sekarang.
Apa yang harus kita pelajari dari hal tersebut?
Seperti yang kita ketahui bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Walaupun hak cipta timbul otomatis seperti definisi tersebut, namun sangat penting bagi pencipta untuk selalu mendaftarkan ciptaannya. Karena akan sulit membuktikan suatu ciptaan merupakan ciptaan orang tertentu jika ciptaan tersebut tidak didaftarkan, sehingga jika ada pihak lain yang memakai ciptaan seseorang tanpa izin maka akan sangat merugikan orang tersebut jika tidak ada bukti bahwa hak ciptanya dilindungi oleh negara untuk menggugat pihak yang menggunakan ciptaan tersebut tanpa izin.
Pentingnya mendaftarkan hak cipta yaitu agar ciptaan yang telah dibuat dengan kerja keras pencipta, sah di mata hukum dan juga mendapat perlindungan terhadap hak tersebut oleh negara.
Hak cipta adalah hak eksklusif di mana menurut Penjelasan pasal demi pasal UUHC, Pasal 4 menerangkan yang dimaksud hak eksklusif adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin Pencipta. Dengan kata lain, pemegang hak cipta mempunyai hak untuk memanfaatkan ciptaannya dan mempunyai hak untuk melarang pihak lain untuk menggunakan ciptaannya.
Selain itu kasus pelanggaran hak cipta ini juga mengajarkan pelaku usaha untuk lebih memperhatikan dan mentaati Hukum Kekayaan Intelektual di Indonesia. Karena Indonesia merupakan negara yang menjamin hak atas kekayaan intelektual, maka tentunya akan ada sanksi bagi pelanggar hak atas kekayaan intelektual. Pemegang hak cipta dapat meminta ganti rugi melalui gugatan terhadap pihak yang melanggar haknya. Lalu, UUHC juga mengatur sanksi pidana bagi orang yang melanggar hak cipta.
Pada Pasal 113 UUHC, tepatnya pada ayat (2) dan (3), menerangkan:
“(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Dan
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Dari Pasal tersebut, ayat (2) merupakan pelanggaran terhadap hak ekonomi pencipta yang merupakan hak untuk penerjemahan ciptaan, pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan, pertunjukan ciptaan, dan komunikasi ciptaan. Sedangkan ayat (3) merupakan sanksi pelanggaran terhadap hak ekonomi pencipta yag merupakan hak untuk penerbitan ciptaan, penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya, pendistribusian ciptaan atau salinannya, dan pengumuman ciptaan.
Mengenai kasus sebagaimana dijelaskan sebelumnya terkait logo Mal Grand Indonesia yang melanggar hak cipta, akan lebih baik jika logo tersebut diganti dan pada proses penggantiannya harus memperhatikan betul setiap aspek dari logo tersebut. Membuat logo bukanlah hal yang murah dan mudah, karena hal tersebut juga merupakan hasil kemampuan intelektual yang dikerjakan dengan keahlian. Namun akan sangat disayangkan jika pembuatan logo yang seharusnya membawa keuntungan kepada pelaku usaha malah menjadi membawa kerugian.
Sumber:
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
- https://news.detik.com/berita/d-5342325/duduk-perkara-tugu-selamat-datang-berujung-denda-ke-grand-indonesia
- https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/20/16223941/langgar-hak-cipta-tugu-selamat-datang-grand-indonesia-dihukum-bayar-ganti
- http://archive.ivaa-online.org/pelakuseni/henk-ngantung-1