Dewan Pers Indonesia dan RUU Hak Cipta Baru

Waktu Baca: 3 menit

Seiring dengan proses penyusunan rancangan undang-undang hak cipta baru yang sedang berlangsung, banyak sektor industri terkait hak cipta memberikan pandangan mereka mengenai apa yang seharusnya dimuat dalam revisi baru tersebut. Baru-baru ini, Dewan Pers Indonesia telah memberikan kontribusinya dengan mengajukan 10 poin yang dirancang untuk memastikan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi karya jurnalistik. Mereka menekankan bahwa karya jurnalistik memiliki nilai intelektual, ekonomi, dan sosial, sehingga layak mendapatkan perlindungan hukum yang spesifik dan komprehensif.

Poin-poin tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Secara eksplisit memasukkan karya jurnalistik dalam definisi karya yang dilindungi.

  2. Menghapus pengecualian yang mengizinkan kutipan singkat untuk pelaporan yang melemahkan perlindungan hak cipta.

  3. Mengakui jurnalis yang disebutkan dalam karya sebagai pencipta resmi yang memiliki hak.

  4. Mendefinisikan karya jurnalistik sebagai karya yang dilindungi, termasuk teks, audio, gambar, dan data yang dihasilkan oleh jurnalis yang mengikuti kode etik.

  5. Memperjelas bahwa perlindungan sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

  6. Menghapus izin yang membolehkan penyalinan konten berita dari media lain tanpa pelanggaran hak cipta.

  7. Menghapus pemberian izin luas untuk mereproduksi atau menyiarkan karya untuk tujuan informasi tanpa pelanggaran hak cipta.

  8. Memperpanjang perlindungan hak cipta untuk karya jurnalistik hingga masa hidup pencipta ditambah 70 tahun.

  9. Memasukkan karya jurnalistik dalam kategori perlindungan selama 50 tahun serupa dengan fotografi.

  10. Merekomendasikan pengadilan menerapkan prinsip penggunaan wajar dengan hati-hati dalam kasus pelanggaran hak cipta yang melibatkan karya jurnalistik, dengan mempertimbangkan tujuan, sifat, jumlah yang digunakan, dan dampak pasar.

Menurut Dewan Pers, tujuan utama dari usulan ini adalah untuk memperkuat kebebasan pers, melindungi hak pekerja media, mendukung ekosistem media yang berkelanjutan, dan menjamin hak publik atas informasi berkualitas. Usulan tersebut secara resmi telah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Kementerian Hukum pada tanggal 10 Oktober 2025, dan Dewan Pers siap membantu dalam pembahasan legislatif.


Publisher Rights

Ketentuan yang secara khusus bertujuan melindungi hak cipta jurnalis bukanlah gagasan yang benar-benar baru. Dua tahun lalu, Bambang Soesatyo, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Indonesia, mengajak pemerintah untuk membuat regulasi yang melindungi “publisher rights”, dengan alasan pentingnya menjaga kepentingan pers nasional Indonesia dari platform global dominan seperti Twitter dan Facebook serta untuk menegakkan kedaulatan nasional di ranah digital.

Konsep publisher rights relatif baru di Indonesia tetapi sudah diterapkan di negara lain, terutama di Eropa dan Australia, yang memberikan model berguna untuk regulasi potensial di Indonesia.

Uni Eropa: Directive Hak Cipta (Directive (EU) 2019/790)

Diterapkan sejak April 2019, Directive Hak Cipta Uni Eropa bertujuan melindungi penerbit dan penulis di pasar digital dengan memberi mereka kontrol lebih kuat atas konten daring mereka. Undang-undang ini merespon praktik luas situs web dan platform yang bertindak sebagai agregator berita atau memposting ulang artikel, sering tanpa kompensasi atau kontrol yang cukup dari penerbit asli.

Fitur utama meliputi:

  • Hak penerbit untuk menuntut pembagian pendapatan dari platform agregator yang menggunakan konten mereka, membantu penerbit asli memonetisasi karya mereka.

  • Hak ini berlaku hingga dua tahun setelah publikasi, setelah itu berakhir.

  • Directive ini juga melindungi pencipta konten dengan memungkinkan mereka melisensikan publikasi dan memperoleh penghasilan dari penggunaannya secara daring.

Directive ini dirancang untuk menyeimbangkan perlindungan kepentingan ekonomi penerbit sekaligus mempertahankan kebebasan informasi dan penggunaan wajar.

Australia: News Media Bargaining Code

Diberlakukan pada Februari 2021, News Media Bargaining Code Australia juga bertujuan melindungi penerbit dan jurnalis lokal dari dominasi platform digital global seperti Google dan Facebook, yang sering mengambil keuntungan dari konten berita tanpa kompensasi yang memadai.

Elemen kunci meliputi:

  • Kode ini mengharuskan platform bernegosiasi perjanjian komersial dengan penerbit berita Australia sebelum menautkan atau menampilkan konten berita mereka.

  • Jika negosiasi gagal, arbiter yang ditunjuk pemerintah dapat menentukan ketentuan pembayaran, memastikan penerbit menerima kompensasi yang adil.

  • Regulasi ini secara efektif menciptakan kerangka negosiasi wajib yang mengembalikan sebagian kekuatan kepada penerbit berita.

Model Australia menunjukkan bagaimana pemerintah dapat mengambil kendali untuk melindungi industri media lokal dari pengaruh platform teknologi besar.


Kesimpulan

Meskipun rancangan ini belum final, usulan ini menyoroti kekhawatiran yang berkembang terhadap jurnalisme di tengah lanskap teknologi yang cepat berubah. Seiring digitalisasi, kecerdasan buatan, dan kemajuan teknologi modern lainnya semakin berperan dalam ekosistem media, regulasi hak cipta yang diusulkan dapat berdampak signifikan tidak hanya pada karya jurnalistik tetapi juga pada cara publik mengonsumsi berita dan informasi.

Ini adalah perkembangan penting yang patut mendapat perhatian serius.

Untuk informasi lebih lanjut tentang topik ini atau masalah kekayaan intelektual lainnya, hubungi kami di ambadar@ambadar.co.id

https://dewanpers.or.id/read/news/13-10-2025-dewan-pers-usulkan-penguatan-perlindungan-karya-jurnalistik-dalam-ruu-hak-cipta

Berita Terkait

Layanan Terkait

Layanan terkait kami berdasarkan artikel

Kami menyediakan berbagai layanan Kekayaan Intelektual yang berkaitan dengan artikel yang Anda baca.

Berinvestasi untuk masa depan yang lebih baik dengan layanan kami