Pada abad ke-18, perkembangan desain lebih menitikberatkan pada nilai seni dan nilai estetis daripada nilai komersial dan nilai kegunaan, serta metode yang dipergunakan adalah metode kerajinan tangan. Sejalan dengan meningkatnya pembaharuan teknik yang disebabkan oleh Revolusi Industri, maka sejak abad ke-19 lahirlah beberapa industri baru yang menerapkan proses mekanisme produksi untuk menghasilkan berbagai produk baru. Pada masa itu konsepsi yang diterima adalah kemanfaatan (utility), karena yang menjadi perkembangan adalah pada proses mekanis terbaik.
Pada abad ke-20 desain industri berkembang dengan sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan begitu banyaknya produk industri yang tidak terlepas dari peranan para pendesain. Pengaturan desain industri yang pertama mulai dikenal pada abad ke-18 terutama di negara yang mengembangkan revolusi industri, yaitu Inggris. Undang-Undang pertama yang mengatur tentang Desain Industri adalah The Designing and Printing of Linens, Cotton, Calicoes, and Muslins Act pada tahun 1787. Hal ini disebabkan, pada saat itu Desain Industri mulai berkembang pada sektor pertekstilan dan kerajinan tangan yang dibuat secara masal.
Pada saat itu Desain Industri masih dalam bentuk dua dimensi dan dalam perkembangan selanjutnya, cakupan Desain Industri meliputi bentuk tiga dimensi yang mulai diatur melalui Sculpture Copyright 1798. Pengaturannya masih sederhana, hanya melingkupi model manusia dan binatang. Lingkup pengaturan baru diperluas melalui Undang-Undang yang dibentuk pada tahun 1814.
Perkembangan selanjutnya adalah dengan dikeluarkannya ketentuan Undang-Undang 1839 yang mengatur Desain Industri yang lebih luas, baik yang berbentuk dua dimensi, maupun tiga dimensi yang hasilnya dipakai dalam proses produksi. Selain itu, diatur juga mengenai perlunya pendaftaran, tetapi jangka waktu perlindungannya masih tetap singkat. Barulah melalui Undang-Undang yang keluar pada tahun 1842 pengaturan tentang desain industri lebih komprehensif lagi.
Jangka waktu perlindungan atas Desain Industri selanjutnya diperpanjang secara bertahap. Dengan diundangkannya Registered Design Act 1949 (RDA 1949), perlindungan atas desain diberikan selama lima tahun dan dapat diperpanjang dua kali sehingga total lama perlindungan berdasarkan Undang-Undang ini adalah selama 15 tahun. Bersamaan dengan perkembangan hak cipta artistik, timbullah masalah mengenai peniruan, selanjutnya diundangkan Copyright Act 1911 yang kemudian diikuti oleh Copyright Act 1956 yang mencoba menghilangkan tumpang tindih antara Desain Industri yang dapat didaftarkan dan hak cipta artistik.
Undang-Undang ini kemudian dimodifikasi oleh Design Copyright Act 1968 yang memungkinkan perlindungan ganda terhadap sebuah desain, baik sebagai desain terdaftar maupun sebagai hak cipta artistik, tetapi dengan mengurangi jangka waktu hak cipta. Kemudian untuk mengurangi tumpang tindih antara perlindungan atas hak cipta dan hak desain ada di dalam peraturan Copyright, Design, and Patent Act 1988 (CDPA 1988).
Pengaturan internasional di bidang Desain Industri terdiri dari Konvensi Paris untuk perlindungan hak kepemilikan industri, Konvensi Barne untuk perlindungan karya-karya sastra dan seni, persetujuan Hague mengenai deposit internasional atas desain industri, persetujuan Lacarno yang mengatur tentang penetapan penggolongan internasional untuk desain industri serta persetujuan TRIPs-gatt 1994.
Ikut sertanya Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) dan turut serta menandatangani perjanjian multilateral GATT putaran Uruguay 1994, serta meratifikasinya dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), mengakibatkan Indonesia harus membentuk dan menyempurnakan hukum Nasional serta terikat dengan ketentuan-ketentuan tentang Hak Atas Kepemilikan Intelektual yang di atur dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Salah satu lampiran dari persetujuan GATT adalah Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai persetujuan tentang aspek-aspek dagang hak atas kepemilikan intelektual.
Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan basis industri modern. Dikatakan basis karena Kekayaan Intelektual menjadi dasar pertumbuhan industri secara modern yang bersumber pada penemuan baru, teknologi canggih, kualitas tinggi, dan standar mutu. Industri modern cepat berkembang, mampu menembus segala jenis pasar, produk yang dihasilkan tinggi, dan dapat menghasilkan keuntungan besar, hal ini berlawanan dengan industri tradisional yang bersumber pada penemuan tradisional, teknologi sederhana, kualitas rendah, dan tidak ada standar mutu.
Pengaturan Desain Industri dimaksudkan untuk memberikan landasan perlindungan hukum yang efektif guna mencegah berbagai bentuk pelanggaran berupa penjiplakan, pembajakan, atau peniruan atas Desain Industri terkenal. Perlindungan terhadap Desain Industri akan merangsang aktivitas kreatif pendesain untuk terus menerus menciptakan desain-desain baru.
Mengingat bangsa kita sangat kaya akan seni tradisional, perlindungan Desain Industri dapat mendorong tumbuhnya desain-desain baru untuk hasil industri kerajinan dan tradisional, atau menjadi inspirasi juga bagi perkembangan desain teknologi berbasis desain tradisional.Jika Partners membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai Desain Industri atau kekayaan intelektual lainnya, jangan ragu untuk menghubungi kami melalui marketing@ambadar.co.id.