“Impor paralel” mengacu pada kegiatan mengimpor barang asli (genuine goods) yang pada awalnya dijual dengan izin pemilik hak kekayaan intelektual, ke suatu negara tanpa persetujuan pemegang hak lokal atau penerima lisensinya. Meskipun produknya autentik, praktik ini dapat menimbulkan sejumlah persoalan hukum dan komersial, dengan berbagai yurisdiksi menerapkan aturan yang berbeda—karena itu impor paralel sering disebut sebagai “grey market import” atau impor pasar abu-abu.
Walaupun impor paralel tidak secara eksplisit diatur dalam hukum KI Indonesia, memahami bagaimana kerangka hukum KI yang ada menafsirkan praktik tersebut dapat bermanfaat bagi para pemegang hak. Dalam artikel ini, kami menguraikan bagaimana peraturan saat ini mungkin merespons impor paralel dan memberikan wawasan yang dapat membantu menyusun strategi KI Anda di Indonesia.
Exhaustion of Rights
Pembahasan mengenai impor paralel tidak lengkap tanpa memahami konsep “exhaustion of rights”, karena keduanya sangat berkaitan. Istilah ini, juga dikenal sebagai “first sale doctrine”, mengacu pada prinsip bahwa setelah penjualan atau peredaran pertama suatu produk yang dilindungi dilakukan secara sah, pemegang hak tidak lagi dapat menolak penjualan ulang atau distribusi lebih lanjut dalam wilayah geografis tertentu.
Tergantung yurisdiksi, exhaustion dapat bersifat nasional, regional, atau internasional:
-
Dalam national exhaustion, hak hanya “lelah” dalam suatu negara.
-
Dalam regional exhaustion (misalnya Uni Eropa), produk dapat beredar bebas di dalam kawasan, sementara pemilik merek dapat menolak impor paralel dari luar wilayah tersebut.
-
Dalam international exhaustion, produk dapat diperdagangkan ulang secara global setelah penjualan pertama yang sah.
Perspektif Hukum Merek Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, pemilik merek memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin (lisensi) kepada pihak lain. Pasal 42 menyatakan bahwa pemilik merek terdaftar dapat memberikan lisensi kepada pihak lain dan tetap dapat menggunakan merek tersebut sendiri, kecuali disepakati lain.
Namun, undang-undang ini tidak secara eksplisit mengatur rezim exhaustion of rights maupun impor paralel. Dengan demikian, apakah pemilik merek dapat mencegah masuknya barang asli ke Indonesia melalui jalur pihak ketiga yang tidak sah, sangat bergantung pada penafsiran pengadilan.
Penting dicatat bahwa Pasal 43 mengatur lisensi non-eksklusif, yang memperjelas bahwa pemilik merek yang memberikan lisensi tetap memiliki hak atas merek tersebut atau dapat memberikan lisensi kepada pihak lain, kecuali disepakati lain. Namun, pasal ini tidak memberikan kejelasan mengenai impor paralel, sehingga masih terdapat ketidakpastian.
Perspektif Hukum Paten
Berbeda dengan rezim merek, hukum paten Indonesia lebih jelas mengatur impor paralel—namun hanya untuk produk farmasi. Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten, Pasal 167 menyatakan bahwa pengimporan produk farmasi yang dipatenkan dikecualikan dari ketentuan pidana dan gugatan perdata asalkan produk tersebut telah dipasarkan secara sah di negara lain dan diimpor sesuai ketentuan perundang-undangan. Ini secara efektif memungkinkan bentuk national exhaustion untuk produk farmasi di Indonesia.
Selain itu, Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1991 tentang Impor Bahan Baku atau Produk Obat Tertentu yang Dipatenkan untuk Produksi Obat dalam Negeri juga mengatur mengenai bagaimana impor produk berpaten dapat dilakukan, khususnya untuk industri farmasi.
Kesimpulan
Bagi pemilik paten (khususnya di sektor farmasi) serta produsen/importir generik, Indonesia menyediakan kerangka hukum yang lebih jelas mengenai impor paralel dibandingkan dengan ranah merek. Namun, dalam konteks merek, ketentuannya lebih tidak pasti. Karena itu, bagi pemegang lisensi, pastikan bahwa perjanjian lisensi dan distribusi disusun secara hati-hati untuk mengantisipasi kemungkinan impor paralel, memantau impor tidak sah, dan siap menegakkan hak bila diperlukan.
Untuk pertanyaan lebih lanjut mengenai topik ini atau isu lain terkait hukum Kekayaan Intelektual, silakan hubungi kami di ambadar@ambadar.co.id.
Sumber:
-
Parallel Imports and Principle of Exhaustion: Impacts on Global Trade and IP — Law Notes by TheLaw.Institute
-
Understanding Trademark Exhaustion and Parallel Import in Indonesia — A&Co Law






