Keduanya berasal dari negara yang berbeda. Yang satu dikenal sebagai produsen pakaian dalam, yang satu lagi polo shirt ternama. Atau mungkin masih ada Partners yang mengira mereka adalah satu entitas yang sama?
Lacoste adalah brand asal Perancis yang didirikan pada tahun 1933 oleh petenis René Lacoste (1904-1996) dan rekannya André Gillier. Perusahaan ini menjual pakaian, alas kaki, pakaian olahraga, kacamata, barang kulit, parfum, handuk dan jam tangan. Lacoste dapat dikenali dengan logo buaya hijaunya yang menghadap ke kanan.
Sedangkan Crocodile Garments adalah perusahaan tekstil dan garmen yang berbasis di Hong Kong, didirikan oleh Dr. Chan Shun pada tahun 1952.
Pada 1920-an, petenis Perancis Rene Lacoste dikenal sebagai “buaya” karena pernah bertaruh tas kulit buaya dengan pelatihnya kalau ia menang pertandingan. Kemudian, pada tahun 1933, ia menempatkan lambang reptil tadi pada lini pakaian olahraganya yang berupa kemeja polo yang dirancang untuk menggantikan kemeja berkerah yang kaku, yang digunakan oleh para pemain tenis pada saat itu.
Sedangkan Crocodile baru muncul di tahun 1950-an, dengan buaya yang menghadap kiri, berlawanan dengan logo buaya Lacoste. Dr. Chan saat itu mempromosikan kain produksinya kuat dan mewah laksana kulit buaya.
Permasalahan muncul ketika perusahaan-perusahaan ini melakukan ekspansi ke luar negeri, terutama saat Lacoste mencoba masuk ke pasar Asia, mengingat Crocodile telah mendaftarkan mereknya lebih dulu di beberapa negara di Asia. Perang antara Crocodile dan Lacoste pun terjadi di China, Lacoste melakukan upaya untuk mencegah Crocodile untuk mendaftarkan logonya di China pada 1990-an. Hingga akhirnya kedua merek dengan logo buaya ini melakukan kesepakatan.
Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, Crocodile setuju untuk mengubah logonya, seperti yang tampak sekarang memiliki kulit yang lebih bersisik, mata yang lebih besar, dan ekor yang naik secara vertikal. Perseteruan selanjutnya terjadi di Selandia Baru dimana Crocodile mengajukan pembatalan merek Lacoste dengan alasan merek tersebut tidak digunakan akan tetapi gugatan tersebut ditolak oleh pengadilan.
Di Indonesia sendiri, baik Lacoste dan Crocodile telah memiliki pendaftaran merek untuk logo buaya mereka. Meskipun memiliki persamaan yaitu sama-sama menggunakan gambar buaya, akan tetapi gambar buaya bisa dikategorikan sebagai gambar yang bersifat umum karena buaya merupakan hewan reptil yang telah dikenal oleh umum. Baik Lacoste dan Crocodile telah membubuhkan pembeda dari logo buaya tersebut, terlebih lagi nama merek dari keduanya berbeda yaitu “Lacoste” dan “Crocodile”, sehingga kedua merek ini bisa terdaftar.
Ada quotes yang terkenal terkait perseteruan logo buaya ini yaitu, “In the river crocodiles will fight each other for supremacy. In business it’s much the same“. Logo Lacoste yang menghadap ke kanan dan logo Crocodile yang menghadap ke kiri sangat mirip sehingga dibutuhkan satu generasi dan ratusan ribu dolar untuk menentukan “buaya” mana yang lebih unggul.
Dari kisah logo “buaya” ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa merek adalah identitas dari suatu produk. Merek adalah apa yang digunakan konsumen untuk mengingat, mengidentifikasi, dan menemukan produk tertentu. Dan di dunia usaha yang penuh dengan entitas pesaing yang menjual produk dan layanan serupa dengan nama dan logo yang serupa, ada baiknya seorang pengusaha untuk menginvestasikan sedikit waktu dan uang untuk mencari nama merek atau logo yang identik (atau serupa) sebelum Anda berinvestasi dalam perlindungan merek dagang untuk nama merek atau logo yang Anda usulkan.
Anda juga bisa meminta bantuan dari konsultan terpercaya seperti Am Badar & Am Badar untuk melakukan penelusuran merek yang akan Anda daftarkan serta mendapatkan opini hukum yang menyeluruh dari ekspertis Kekayaan Intelektual yang berpengalaman.