Perlindungan Hukum atas Merek Terkenal di Indonesia

Waktu Baca: 3 menit

Pada zaman yang semakin cepat berkembang ini, pelanggaran terhadap Merek Terkenal (Well-Known Mark) ternyata banyak ditemui di Indonesia. Berbagai macam produk yang menggunakan Merek Terkenal, banyak dijual bebas di pasar, entah itu di gerai-gerai kecil atau pun pasar tradisional. Bentuknya bisa berupa kaos, sepatu, merchandise, hingga peralatan elektronik.

Produk-produk tersebut dijual dengan harga yang berbeda cukup jauh dengan aslinya. Bagi konsumen yang tidak memahami mengenai cara membedakan produk yang memiliki Hak Merek asli atau tidak, dan tidak mengerti tentang pelanggaran Hak Merek ini akan mudah terpengaruh untuk membeli produk bajakan tersebut. Hal signifikan yang sering terjadi bagi produk dengan pemilik Hak Merek Terkenal yang ditiru atau dipalsukan, adalah bangkrutnya perusahaan. Salah satu contohnya adalah merek sepatu terkenal yaitu Vans, yang sudah menutup beberapa gerai toko originalnya. Hal ini merupakan dampak dari produksi dan penjualan produk palsu.

Pengertian Merek Terkenal menurut beberapa ahli adalah, “Apabila suatu Merek telah beredar keluar dari batas-batas regional sampai batas-batas internasional, dimana telah beredar keluar negeri asalnya dan dibuktikan dengan adanya pendaftaran Merek yang bersangkutan di berbagai Negara.”

Perlindungan Merek Terkenal dijelaskan pada Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG):

“Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:

  1. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
  2. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
  3. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau
  4. Indikasi Geografis terdaftar.

Dalam penjelasannya, penolakan permohonan yang mempunyai persamaan dengan Merek Terkenal milik pihak lain dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut. Hal-hal yang diperhatikan antara lain adalah, reputasi merek tersebut, investasi di beberapa negara, dan disertai bukti pendaftaran Merek yang dimaksud di beberapa negara.

Pasal 18 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek (Permenkumham 67/2016) menjelaskan tentang Kriteria Merek Terkenal sebagai berikut:

  1. Kriteria penentuan Merek terkenal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b dan huruf c dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan.
  2. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan masyarakat konsumen atau masyarakat pada umumnya yang memiliki hubungan baik pada tingkat produksi, promosi, distribusi, maupun penjualan terhadap barang dan/atau jasa yang dilindungi oleh Merek terkenal dimaksud.
  3. Dalam menentukan kriteria Merek sebagai Merek terkenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:
    1. tingkat pengetahuan atau pengakuan masyarakat terhadap Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan sebagai Merek terkenal;
    2. volume penjualan barang dan/atau jasa dan keuntungan yang diperoleh dari penggunaan merek tersebut oleh pemiliknya;
    3. pangsa pasar yang dikuasai oleh Merek tersebut dalam hubungannya dengan peredaran barang dan/atau jasa di masyarakat;
    4. jangkauan daerah penggunaan Merek;
    5. jangka waktu penggunaan Merek;
    6. intensitas dan promosi Merek, termasuk nilai investasi yang dipergunakan untuk promosi tersebut;
    7. pendaftaran Merek atau permohonan pendaftaran Merek di negara lain;
    8. tingkat keberhasilan penegakan hukum di bidang Merek, khususnya mengenai pengakuan Merek tersebut sebagai Merek terkenal oleh lembaga yang berwenang; atau
    9. nilai yang melekat pada Merek yang diperoleh karena reputasi dan jaminan kualitas barang dan/atau jasa yang dilindungi oleh Merek tersebut.

Indonesia menganut sistem first-to-file, sistem ini menegaskan bahwa orang yang pertama kali mendaftarkan merek, maka dialah yang berhak atas hak Merek tersebut. Meskipun begitu, perlindungan Merek Terkenal yang belum terdaftar di Indonesia tetap akan mendapatkan perlindungan, karena Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Paris dan Perjanjian TRIPs. Kedua perjanjian ini mensyaratkan negara-negara yang menyetujui untuk melindungi merek terkenal bahkan jika Merek tersebut belum terdaftar atau belum digunakan di negara tersebut. 

Meskipun diatur sedemikian rupa, pada prakteknya masih banyak orang yang menjual barang palsu dari Merek Terkenal. UU MIG yang berkaitan dengan perlindungan Merek Terkenal masih membatasi bagi perlindungan hukum untuk barang atau jasa yang sejenis saja. Padahal, banyak beredar barang yang menggunakan Merek Terkenal yang sudah terdaftar secara tanpa Hak, tetapi digunakan pada barang yang tidak sejenis dengan Merek aslinya. 

Misalkan, Honda adalah Merek Terkenal dari otomotif asal Jepang, tapi ada yang menggunakan Honda sebagai Merek sepatu. Bagi orang yang tidak mengetahui hal ini, dia akan percaya saja bahwa Honda mengeluarkan sepatu dan membelinya.

Akibat hukum bagi pelanggar Hak Merek dapat dituntut ganti kerugian, karena merupakan perbuatan melawan hukum dengan menggunakan Hak Merek tanpa mendapat persetujuan dan izin dari Pemegang Hak Merek. Sanksi pidana diatur dalam Pasal 100-102 UU MIG.

Maka dari itu, pentingnya untuk mengetahui informasi secara akurat agar Partners tidak terjerumus kedalam kesalahan-kesalahan kecil tapi yang dapat merugikan.

Am Badar & Am Badar sebagai konsultan Kekayaan Intelektual di Indonesia, telah banyak membantu klien baik dalam maupun luar negeri dalam menjamin hak Kekayaan Intelektual di Indonesia. Apabila ada pertanyaan terkait Hak Merek atau Hak Merek Terkenal milik Partners, Jangan ragu untuk menghubungi kami di marketing@ambadar.co.id apabila Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut terkait Kekayaan Intelektual. Konsultan berpengalaman kami akan dengan senang hati membantu Anda.

Sumber:

  1. Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
  2. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek
  3. Ni Ketut Supasti. 2016. Buku Ajar Hak Kekayaan Intelektual. Deepublish: Yogyakarta

Berita Terkait

Layanan Terkait

Layanan terkait kami berdasarkan artikel

Kami menyediakan berbagai layanan Kekayaan Intelektual yang berkaitan dengan artikel yang Anda baca.

Berinvestasi untuk masa depan yang lebih baik dengan layanan kami